TEMPO.CO, Jakarta - Gadis Iran yang koma hampir sebulan lamanya setelah bentrok dengan polisi moral, akhirnya meninggal. Ia sebelumnya terlibat bentrokan dengan polisi moral di sebuah metro di Teheran.
“Armita Garawand, seorang pelajar di Teheran, meninggal satu jam yang lalu setelah perawatan medis intensif dan 28 hari dirawat di rumah sakit dalam perawatan intensif,” menurut laporan kantor berita Borna, Iran.
Armita Garawand adalah remaja etnis Kurdi berusia 17 tahun. Ia dinyatakan “mati otak” seminggu yang lalu, dan telah dirawat di Rumah Sakit Fajr di Teheran sejak 1 Oktober setelah jatuh pingsan di metro.
Penyebab insiden masih diperdebatkan. Rekaman pengawasan metro, yang disiarkan di televisi pemerintah, menunjukkan Garawand yang tidak mengenakan penutup kepala dievakuasi setelah pingsan di dalam gerbong.
Hal ini terjadi setahun setelah kematian Mahsa Amini, juga seorang gadis Kurdi Iran. Amini ditangkap oleh polisi moral karena diduga melanggar aturan berpakaian ketat bagi perempuan. Kematian Amini memicu protes massal di seluruh republik Islam tersebut.
Selama demonstrasi yang berlangsung selama berbulan-bulan, beberapa ratus orang terbunuh, termasuk puluhan pasukan keamanan, dan ribuan orang ditangkap. Tujuh orang juga digantung karena keterkaitan mereka dengan "kerusuhan."
Kasus Garawand pertama kali dilaporkan pada tanggal 3 Oktober oleh kelompok hak asasi manusia yang berfokus pada Kurdi, Hengaw. Kelompok ini mengatakan bahwa dia terluka parah dalam insiden di jaringan kereta bawah tanah.
Pada hari Sabtu, kantor berita Iran Tasnim mengutip para dokter yang mengatakan bahwa Garawand terjatuh yang mengakibatkan kerusakan otak yang diikuti dengan kejang-kejang yang berkelanjutan, penurunan oksigen otak dan edema serebral setelah tekanan darah turun secara tiba-tiba.
FRANCE 24
Pilihan Editor: Top 3 Dunia: 50 Sandera Hamas Tewas, Gencatan Senjata, Badai Otis di Meksiko