Korban Mental
Sebuah rumah di Khan Younis, di selatan daerah kantong tersebut, menampung sekitar 90 orang termasuk 30 orang yang berusia di bawah 18 tahun, di mana mereka harus tidur secara bergiliran karena kurangnya ruang.
“Saat ada ledakan atau ada sasaran yang terkena tembakan di dekatnya, mereka selalu berteriak, selalu ketakutan. Kami mencoba menenangkan anak-anak yang lebih muda, mencoba memberi tahu mereka, 'Jangan khawatir, itu hanya kembang api'. Tapi yang lebih tua mengerti apa yang terjadi. ," kata Ibrahim al-Agha, seorang insinyur yang berlindung di dalam rumah.
“Mereka akan membutuhkan banyak dukungan mental setelah perang ini selesai,” kata Agha.
Namun, sistem layanan kesehatan di Gaza sudah kewalahan sebelum perang yang terjadi bulan ini, yang telah mendorongnya ke jurang kehancuran, dan para ahli kesehatan mental telah lama memperingatkan akan dampak buruk yang ditimbulkan pada anak-anak.
Sebuah laporan pada tahun 2022 oleh kelompok bantuan Save the Children menemukan bahwa kesejahteraan psikososial anak-anak di Gaza berada pada “tingkat yang sangat rendah” setelah 11 hari pertempuran pada 2021, sehingga setengah dari seluruh anak-anak Gaza membutuhkan dukungan.
Pakar kesehatan mental di Gaza mengatakan tidak ada yang namanya gangguan stres pascatrauma karena trauma yang terjadi di wilayah kantong tersebut tak pernah berakhir, dengan konflik bersenjata yang berulang kali terjadi selama hampir dua dekade.
Pada Sabtu pagi, 21 Oktober 2023, setelah serangan udara Israel menghancurkan sebuah bangunan di Kota Gaza, menewaskan banyak anggota keluarga Abo Akr, sekelompok besar anak-anak berdiri di antara mereka menyaksikan tim penyelamat mencari korban dan jenazah di antara reruntuhan.
Ketika para wanita di dekatnya meratap dan menangis, anak-anak berdiri memperhatikan, wajah mereka tidak menunjukkan reaksi apa pun.
REUTERS
Pilihan Editor: Koma karena Bentrok dengan Polisi Moral, Remaja Iran Disebut 'Mati Otak'