TEMPO.CO, Jakarta - Data Kementerian Keuangan Amerika Serikat pada akhir pekan lalu memperlihatkan utang nasional Negeri Abang Sam tersebut naik lebih dari USD 500 miliar (Rp 7.850 triliun) dalam tempo 20 hari atau menjadi USD33.5 triliun (Rp525.950 triliun). Laporan Kementerian Keuangan Amerika Serikat menyebutkan jumlah uang yang dipinjam Pemerintah Federal tersebut untuk menutup biaya operasional yang jumlahnya sekitar USD33.04 triliun (Rp 519.041 triliun).
Dibutuhkan waktu tiga bulan bagi Washington untuk membuat utang nasionalnya ke level yang ada saat ini. Ambang batas utang Amerika Serikat adalah sekitar USD 31.4 triliun, di mana jumlah ini sudah terlewati pada Januari 2023.
Total output ekonomi Amerika Serikat hanya sekitar USD 25.46 triliun. Itu artinya, ekonomi Amerika Serikat harus tumbuh sampai 33.5 persen agar bisa menutup utang nasional. Gedung Putih telah menekan Kongres agar mencabut ambang batas utang. Sebelumnya pada 3 Juni 2023, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menanda-tangani sebuah RUU utang yang membolehkan ambang batas utang Amerika Serikat dicabut sampai Januari 2025 agar bisa menghindari default (gagal bayar) yang sangat membahayakan perekonomian Amerika Serikat.
Kesepakatan untuk menaikkan ambang batas utang Amerika Serikat secara sengit diperperdebatkan di kalangan politikus Partai Republik dan Partai Demokrat selama berminggu-minggu. Perselisihan berlangsung berlarut-larut karena membahas mana yang seharusnya menjadi prioritas. Mayoritas kuris di DPR Amerika Serikat saat ini dipegang oleh Partai Republik, yang mungkin saja bisa menolak mendukung undang-undang Fiscal Responsibility Act.
Gagal bayar bisa membatasi kemampuan Pemerintah dalam membayar tagihan atau kemungkinan meminjam uang, dan mungkin bisa memicu kekacauan keuangan di luar negeri dengan dampak negatif yang sangat besar pada harga-harga dan suku bunga cicilan properti di negara lain.
Sumber: RT.com
Pilihan Editor: BI soal Cadangan Devisa Turun jadi USD 134,9 Miliar: Untuk Bayar Utang Luar Negeri dan Stabilisasi Rupiah