TEMPO.CO, Jakarta - Serangan artileri yang menghantam kamp pengungsi dekat perbatasan Myanmar dengan Cina telah menewaskan sedikitnya 29 orang, termasuk wanita dan anak-anak. Ini merupakan salah satu serangan paling mematikan terhadap warga sipil sejak kembalinya kekuasaan militer.
Penembakan itu terjadi hampir tengah malam pada hari Senin, 9 Oktober 2023, di Negara Bagian Kachin, kata sumber seperti dikutip Reuters, Selasa. Tembakan artileri menghantam kamp pengungsi tersebut sekitar 5 km dari sebuah pangkalan di kota perbatasan Laiza yang dikuasai oleh Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA), yang berkonflik selama bertahun-tahun dengan militer Myanmar.
Media Kachin mengatakan 30 orang tewas dan menyalahkan serangan artileri tersebut pada militer.
Myanmar masuk dalam konflik brutal di beberapa wilayah setelah kudeta 2021, dengan tentara etnis minoritas dan gerakan perlawanan berjuang untuk melemahkan kekuasaan militer setelah tindakan keras yang dilakukan oleh pasukan keamanan.
Lebih dari 1 juta orang telah mengungsi, kata PBB.
Kelompok penentang Junta, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) mengutuk apa yang mereka sebut sebagai serangan keji terhadap warga sipil dan mengatakan dunia harus mengambil tindakan untuk menghentikan kekejaman tersebut dan mengadili para jenderal Myanmar.
“Tindakan dewan militer ini adalah kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata juru bicara NUG Kyaw Zaw, dan menambahkan bahwa serangan di perbatasan dengan Cina menunjukkan junta tidak menghormati tuntutan negara tetangganya untuk perdamaian dan stabilitas.
Media Kachin membagikan serangkaian gambar kehancuran di Facebook, yang tidak dapat segera diverifikasi. Satu menunjukkan korban di lantai, yang lain lebih dari selusin kantong mayat berjejer.
Gambar lainnya menunjukkan pria berpakaian militer sedang memilah-milah reruntuhan dan seorang pria membawa jenazah seorang anak kecil.
Insiden tersebut adalah yang paling mematikan sejak serangan udara di wilayah Sagaing, Myanmar, yang bergejolak pada bulan April yang menewaskan banyak orang termasuk warga sipil.
Militer biasanya menyangkal bahwa mereka menargetkan warga sipil dan menyalahkan “teroris” atas kekerasan yang terjadi.
Laiza adalah ibu kota KIA, salah satu kelompok etnis terbesar dari puluhan kelompok etnis yang telah memerangi militer selama beberapa dekade.
Kota ini terletak dekat dengan perbatasan Tiongkok dan merupakan rumah bagi banyak warga sipil yang tinggal di kamp pengungsian di dalam dan sekitar kota.
Khon Ja, seorang aktivis lokal dari kelompok masyarakat sipil Jaringan Perdamaian Kachin mengatakan kepada Reuters bahwa dia telah mengunjungi rumah sakit setempat dan diberitahu bahwa 29 orang tewas dan 59 luka-luka.
“Bomnya terlalu kuat… desa itu hancur total dan hilang,” katanya.
REUTERS
Pilihan Editor Israel Kebobolan, Hamas Menyiapkan Pasukan di Depan Mata