Aset Minyak
Suriah memiliki kepentingan strategis bagi Cina karena terletak di antara Irak, yang menyediakan sekitar sepersepuluh minyak Cina, Turki, ujung koridor ekonomi yang membentang dari Asia hingga Eropa, dan Yordania, yang sering menjadi penengah perselisihan regional.
Meskipun Suriah adalah produsen minyak yang relatif kecil, pendapatannya sangat penting bagi rezim Assad.
Pada 2008 dan 2009, perusahaan energi Cina, Sinopec Corp, Sinochem dan CNPC menginvestasikan total dana sebesar $3 miliar di Suriah, didorong oleh seruan dari Beijing untuk mengakuisisi aset minyak dan gas global.
Investasi tersebut mencakup akuisisi Tanganyika Oil oleh Sinopec senilai US$2 miliar, sebuah produsen kecil minyak berat, dan pembelian Emerald Energy yang berkantor pusat di London senilai hampir US$900 juta oleh Sinochem, yang sebagian besar asetnya berada di Suriah dan Kolombia.
Sinochem menghentikan operasinya di Suriah pada 2011 ketika demonstrasi anti-pemerintah pecah, menurut mitranya Gulfsands Petroleum.
Sekitar 2014, CNPC, yang terlibat dalam produksi minyak di beberapa blok kecil, juga menghentikan produksinya, menyusul sanksi Uni Eropa dan penempatan AS ke Suriah untuk memerangi ISIS, kata pejabat perusahaan.
REUTERS
Pilihan Editor: Mengapa Jokowi Tak Pernah Hadir Langsung Di Sidang Umum PBB?