TEMPO.CO, Jakarta - Azerbaijan mengatakan pada Rabu bahwa pihaknya telah menghentikan aksi militer di wilayah Nagorno-Karabakh yang memisahkan diri. Langkah ini dilakukan setelah keberhasilannya di medan perang memaksa pasukan separatis Armenia untuk menyetujui gencatan senjata yang akan membuat wilayah tersebut sepenuhnya kembali ke kendali Baku.
Berdasarkan perjanjian tersebut, yang digariskan oleh Azerbaijan dan Kementerian Pertahanan Rusia, yang memiliki pasukan penjaga perdamaian di lapangan, pasukan separatis Armenia akan dibubarkan dan dilucut.
Sementara pembicaraan tentang masa depan etnis Armenia yang tinggal di sana akan dimulai pada Kamis 21 September 2023.
Dalam pidatonya pada Rabu malam, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengatakan Baku telah memulihkan kedaulatannya "dengan tangan besi" dalam serangan 24 jam oleh pasukan yang didukung oleh serangan artileri yang membuat wilayah yang memisahkan diri itu terpuruk.
Dia mengatakan pasukan Armenia sudah mulai menyerahkan senjata mereka dan pergi, dan bahwa 120.000 warga Armenia di Karabakh akan dapat mengambil bagian dalam pemilu Azerbaijan, menerima pendidikan negara, dan secara bebas mempraktikkan agama Kristen di negara mayoritas Muslim tersebut.
“Kami akan mengubah Karabakh menjadi surga,” kata Aliyev, yang mengatakan bahwa dia adalah orang yang menepati janjinya.
Karabakh, sebuah daerah pegunungan di wilayah Kaukasus Selatan yang lebih luas dan bergejolak, diakui secara internasional sebagai wilayah Azerbaijan. Namun, sebagian wilayahnya dikuasai oleh otoritas separatis Armenia sejak perang yang berakhir pada awal 1990-an.
Orang-orang Armenia mengklaim dominasi sejarah yang panjang di wilayah tersebut, yang mereka sebut Artsakh. Azerbaijan juga menghubungkan identitas historisnya dengan wilayah tersebut.
Takut akan masa depan, ribuan warga Armenia berkumpul di bandara di Stepanakert, ibu kota Karabakh yang dikenal sebagai Khankendi oleh Azeri. Yang lainnya berlindung di pasukan penjaga perdamaian Rusia dengan harapan bisa diterbangkan keluar.
Karena Karabakh telah menjadi fokus dua perang sejak jatuhnya Uni Soviet pada 1991, banyak warga Armenia yang sangat tidak mempercayai Azerbaijan. Negara tetangganya, Armenia, menuduh Baku mencoba membersihkan wilayah tersebut secara etnis, namun Baku membantahnya.
“Mereka pada dasarnya mengatakan kepada kami bahwa kami harus pergi, tidak tinggal di sini, atau menerima bahwa ini adalah bagian dari Azerbaijan – ini pada dasarnya adalah operasi pembersihan etnis,” Ruben Vardanyan, mantan pejabat tinggi di pemerintahan etnis Armenia di Karabakh, mengatakan kepada Reuters.
Pejabat separatis Armenia lainnya mengatakan sedikitnya 200 orang tewas dalam pertempuran itu dan lebih dari 400 orang terluka. Dia mengatakan 10 orang yang tewas adalah warga sipil, lima di antaranya adalah anak-anak. Reuters tidak dapat memverifikasi pernyataannya.
Pilihan Editor: Konflik Berdarah Azerbaijan dan Armenia di Karabakh Berisiko Perang Kaukasus Baru
REUTERS