TEMPO.CO, Jakarta - Jumlah korban tewas di kota pesisir Derna di Libya telah melonjak menjadi 11.300 orang. Upaya pencarian terus dilakukan menyusul banjir Libya yang disebabkan oleh jebolnya dua bendungan saat hujan lebat.
Marie el-Drese, Sekretaris Jenderal Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional (IFRC) Libya, mengatakan berita bahwa 10.100 orang lainnya dilaporkan hilang di kota Mediterania. Otoritas kesehatan sebelumnya menyebutkan jumlah korban tewas di Derna sebanyak 5.500 orang. Badai tersebut juga menewaskan sekitar 170 orang di tempat lain di negara tersebut.
Wali Kota Derna, Abdel-Moneim al-Ghaithi, mengatakan jumlah korban jiwa bisa bertambah hingga 20.000 jiwa mengingat banyaknya kawasan yang tersapu banjir.
Banjir menyapu seluruh keluarga di Derna pada Minggu malam dan mengungkap kerentanan di negara kaya minyak yang telah terperosok dalam konflik sejak pemberontakan tahun 2011 yang menggulingkan diktator lama Muammar Gaddafi.
“Dalam hitungan detik permukaan air tiba-tiba naik,” ujar salah satu korban selamat. Ia mengatakan bahwa dia hanyut bersama ibunya dalam cobaan berat pada larut malam sebelum mereka berdua berhasil masuk ke sebuah bangunan kosong di hilir.
“Air terus naik hingga kami mencapai lantai empat,” kata pria yang tidak disebutkan namanya itu dari ranjang rumah sakitnya, dalam kesaksian yang diterbitkan oleh Pusat Medis Benghazi.
“Kami bisa mendengar jeritan. Dari jendela, saya melihat mobil dan mayat terbawa air. Itu berlangsung satu atau satu setengah jam, tapi bagi kami, rasanya seperti satu tahun.”
Tariq al-Kharaz, juru bicara kementerian dalam negeri, menyebutkan jumlah kematian di Derna jauh lebih rendah, yakni lebih dari 3.000 orang.
“Bencananya sangat besar dan akibatnya akses ke banyak wilayah menjadi tidak memungkinkan. Banyak daerah yang mengalami kerusakan total. Banyak mayat masih berada di bawah puing-puing, yang lain hanyut ke laut,” kata al-Kharaz kepada Al Jazeera.
Badai juga menewaskan sekitar 170 orang di wilayah lain di Libya timur, termasuk kota Bayda, Susa, Um Razaz dan Marj, kata Menteri Kesehatan Othman Abduljalil. Pekerja darurat yang menyaring lumpur dan puing-puing masih berharap menemukan korban selamat, kata IFRC pada hari Jumat.
“Harapannya ada, selalu ada, untuk menemukan orang-orang yang masih hidup,” kata Tamer Ramadan, kepala upaya penyelamatan kelompok tersebut di negara Afrika Utara.
Lebih dari 3.000 jenazah telah dimakamkan pada Kamis pagi sementara 2.000 lainnya masih diproses. Sebagian besar korban tewas dikuburkan di kuburan massal di luar Derna, sementara yang lain dipindahkan ke kota-kota terdekat.
Tim penyelamat masih mencari reruntuhan bangunan di pusat kota, dan penyelam menyisir laut di dekat Derna.
Tak terhitung banyaknya yang terkubur di bawah lumpur dan puing-puing, termasuk mobil yang terbalik dan bongkahan beton yang tingginya mencapai 4 meter (13 kaki). Tim penyelamat kesulitan membawa peralatan berat ketika banjir menghanyutkan atau memblokir jalan menuju daerah tersebut.
“Bencana ini sangat kejam dan brutal,” kata Yann Fridez, ketua delegasi Komite Palang Merah Internasional (ICRC) Libya, yang memiliki tim di Derna ketika air banjir melanda.
“Gelombang setinggi 7 meter menyapu bangunan dan menghanyutkan infrastruktur ke laut. Sekarang anggota keluarganya hilang, mayat-mayat terdampar di pantai, dan rumah-rumah hancur.”
Organisasi Kesehatan Dunia dan kelompok bantuan lainnya pada hari Jumat meminta pihak berwenang di Libya untuk berhenti menguburkan korban tewas akibat banjir di kuburan massal.
“Kami mendesak pihak berwenang di komunitas yang terkena dampak tragedi tersebut untuk tidak terburu-buru melakukan pemakaman massal atau kremasi massal,” kata Dr Kazunobu Kojima, petugas medis untuk keamanan hayati dan keamanan hayati.
AL JAZEERA
Pilihan Editor: Menhan Rusia Inspeksi Modernisasi Kapal Selam Nuklir Armada Pasifik