TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis anti-Islam di Denmark dan Swedia telah membakar dan merusak beberapa salinan kitab suci umat Islam dalam beberapa bulan terakhir. Aksi itu memicu kemarahan di dunia Muslim. Sejumlah pihak menuntut agar pemerintah dua negara itu melarang tindakan semacam itu.
Denmark dan Swedia lantas menjadi sorotan internasional dalam beberapa pekan terakhir menyusul protes anti-Islam di mana Al-Quran telah dirusak atau dibakar, sehingga menyinggung umat Islam di seluruh dunia. Kedua negara mengatakan mereka menyesalkan pembakaran Al-Quran tetapi tidak dapat mencegahnya di bawah aturan yang melindungi kebebasan berbicara.
Dalam pernyataannya, Menteri Luar Negeri Lars Lokke Rasmussen menyatakan bahwa tindakan apa pun yang diambil "tentu saja harus dilakukan dalam kerangka kebebasan berekspresi yang dilindungi konstitusi dan dengan cara yang tidak mengubah fakta bahwa kebebasan berekspresi di Denmark memiliki cakupan sangat luas".
Usaha Denmark cari alat hukum untuk mencegah pembakaran Al-Quran
Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Denmark sedang berusaha "menemukan alat hukum" yang memungkinkan pihak berwenang mencegah pembakaran Al-Quran, seperti akhir-akhir ini banyak dilakukan pengunjuk rasa anti-Islam di depan kedutaan negara lain di Kopenhagen, kata Menteri Luar Negeri Lars Lokke Rasmussen kepada televisi nasional DR, Minggu, 30 Juli 2023.
"Pembakaran (Al-Quran) adalah tindakan yang sangat ofensif dan sembrono yang dilakukan oleh beberapa individu. Beberapa individu ini tidak mewakili nilai-nilai yang dibangun masyarakat Denmark," kata Rasmussen secara terpisah dalam sebuah pernyataan.
"Oleh karena itu, pemerintah Denmark akan menjajaki kemungkinan campur tangan dalam situasi khusus di mana, misalnya, negara, budaya, dan agama lain dihina, dan di mana hal ini dapat menimbulkan konsekuensi negatif yang signifikan bagi Denmark, paling tidak berkaitan dengan keamanan," katanya.