TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa telah meminta Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) untuk membebaskan negaranya dari kewajiban menangkap Presiden Rusia Vladimir Putin. Seperti dilansir Reuters pada Selasa, Ramaphosa mengatakan melakukan itu sama dengan menyatakan perang terhadap Rusia.
Pernyataan tersebut tercantum dalam dokumen pengajuan pengadilan setempat di Afsel yang diterbitkan pada Selasa.
Afsel pada Agustus dijadwalkan menjadi tuan rumah KTT kelompok negara-negara BRICS --Brazil, Rusia, India, China, dan Afsel-- yang seluruh kepala negaranya diagendakan untuk dapat hadir.
Namun, ICC memiliki surat perintah penangkapan untuk Putin atas tuduhan kejahatan perang mendeportasi anak-anak Ukraina ke Rusia. Afsel, sebagai bagian dari ICC, diwajibkan untuk menangkap Putin bila Presiden Rusia itu ternyata hadir di KTT BRICS.
Ramaphosa membuat pernyataan tersebut dalam tanggapan hukum terhadap kasus pengadilan yang diajukan oleh oposisi Partai Aliansi Demokratis. Pihak oposisi memaksa pemerintah untuk melakukan penangkapan bila Putin tiba di Afsel.
Tanggapan Ramaphosa, yang diajukan pada 27 Juni lalu, terbuka untuk publik pada Selasa.
Di dalamnya, dia mengemukakan telah mengajukan permintaan kepada ICC berdasarkan Pasal 97, di mana negara dapat memohon untuk tidak melakukan penangkapan karena terdapat permasalahan yang mencegahnya agar melakukan hal tersebut.
Ramaphosa menyatakan bahwa dia tidak bisa mengungkap perincian dari permintaan tersebut. "Afrika Selatan memiliki permasalahan jelas dalam melaksanakan permintaan untuk menangkap dan menyerahkan Presiden Putin," kata Ramaphosa dalam pernyataan tertulisnya.
"Rusia telah memperjelas bahwa menangkap presidennya yang sedang berkuasa sama saja dengan pernyataan perang," ujarnya.
Juru bicara Ramaphosa menolak untuk berkomentar. Seorang juru bicara ICC belum menanggapi permintaan untuk berkomentar.
Pada Maret, sekutu Putin, Dmitry Medvedev menyatakan bahwa setiap upaya untuk menangkap Putin merupakan sebuah deklarasi perang.
Para pejabat Afsel berulang kali menyatakan bahwa KTT BRICS akan tetap berlangsung, meski ada kontroversi dengan ICC.
Namun, mereka juga membahas alternatif, di tengah adanya dugaan bahwa KTT itu akan dipindahkan ke China, yang bukan merupakan negara pihak yang ikut menandatangani ICC.
Ramaphosa pada Juni memimpin misi bersama enam pemimpin Afrika ke Kiev dan Moskow dengan tujuan menengahi sebuah perjanjian damai. Dalam pengajuannya kepada pengadilan, dia menyebutkan bahwa upaya mencari perdamaian itu mungkin akan dapat terancam.
"Penangkapan Presiden Putin akan memunculkan kerumitan baru yang akan menutup setiap solusi perdamaian," katanya.
Kremlin belum mengungkap ke publik apakah presiden Rusia akan menghadiri KTT tersebut, dan Ramaphosa menyatakan belum ada keputusan akhir yang diambil.
Afsel sebelumnya sudah mengancam untuk mengundurkan diri dari ICC setelah gagal menangkap mantan presiden Sudan Omar al-Bashir ketika dia menghadiri KTT Uni Afrika di Johannesburg pada 2015.
Menteri kehakiman Afsel Ronald Lamola pada Senin (17/7) menyatakan dalam acara PBB untuk memperingati 25 tahun ICC, bahwa "ICC harus menjaga diri untuk menjadi instrumen dari pertikaian kekuasaan global".
Meski Afsel secara resmi menyatakan kenetralan dalam perang Rusia-Ukraina--abstain dalam pemungutan suara resolusi PBB tentang konflik tersebut-- negara-negara Barat menilai Afsel adalah salah satu sekutu terdekat Moskow di benua Afrika.
Pilihan Editor: Hakim ICC yang Perintahkan Tangkap Putin jadi Buron Rusia
REUTERS