TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintahan Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, runtuh setelah gagal mencapai kesepakatan tentang pembatasan imigrasi dengan koalisi pendukungnya. Mundurnya PM akan memicu pemilu baru pada musim gugur mendatang.
Krisis ini dipicu oleh dorongan partai konservatif VVD Perdana Menteri Rutte untuk membatasi aliran pencari suaka ke Belanda, yang ditolak oleh dua dari koalisi pemerintah empat partainya.
"Bukan rahasia lagi bahwa mitra koalisi memiliki pendapat yang berbeda tentang kebijakan imigrasi. Sayangnya hari ini kami harus menyimpulkan bahwa perbedaan itu menjadi tidak dapat diatasi. Oleh karena itu saya akan mengajukan pengunduran diri seluruh kabinet kepada raja," kata Rutte dalam konferensi pers yang disiarkan televisi, Jumaty, 7 Juli 2023.
Ketegangan memuncak minggu ini, ketika Rutte menuntut dukungan pada proposal untuk membatasi masuknya anak-anak pengungsi perang yang sudah berada di Belanda dan membuat keluarga menunggu setidaknya dua tahun sebelum mereka dapat bersatu.
Proposal terbaru ini ditolak anggota koalisi Partai Persatuan Kristen dan D66, hingga menyebabkan jalan buntu.
Koalisi Rutte akan tetap sebagai pemerintah sementara sampai pemerintahan baru terbentuk setelah pemilu, sebuah proses yang dalam lanskap politik Belanda biasanya memakan waktu berbulan-bulan.
Kantor berita ANP, mengutip panitia pemilihan nasional, mengatakan pemilihan tidak akan diadakan sebelum pertengahan November.
Pemerintah sementara tidak dapat memutuskan kebijakan baru, tetapi Rutte mengatakan itu tidak akan mempengaruhi dukungan negara untuk Ukraina.
Belanda memiliki salah satu kebijakan imigrasi terberat di Eropa, tetapi di bawah tekanan partai sayap kanan, Rutte selama berbulan-bulan mencoba mencari cara untuk mengurangi masuknya pencari suaka.
Permohonan suaka di Belanda melonjak sepertiga pada tahun lalu menjadi lebih dari 46.000, dan pemerintah memproyeksikan mereka dapat meningkat menjadi lebih dari 70.000 tahun ini - melampaui rekor tertinggi sebelumnya di tahun 2015.
Ini sekali lagi akan membebani fasilitas suaka negara, di mana selama beberapa bulan tahun lalu ratusan pengungsi terpaksa tidur di tempat yang sulit dengan sedikit atau tanpa akses ke air minum, fasilitas sanitasi atau perawatan kesehatan.
Rutte tahun lalu mengatakan dia merasa "malu" dengan masalah tersebut, setelah kelompok kemanusiaan Medecins sans Frontieres mengirim tim ke Belanda untuk pertama kalinya, guna membantu kebutuhan medis para migran di pusat pemrosesan permintaan suaka.
Ia berjanji akan memperbaiki kondisi fasilitas tersebut, terutama dengan mengurangi jumlah pengungsi yang mencapai Belanda. Namun dia gagal mendapatkan dukungan dari mitra koalisi yang merasa kebijakannya terlalu jauh.
Rutte, 56 tahun, adalah pemimpin pemerintahan terlama dalam sejarah Belanda dan paling senior di UE setelah Viktor Orban dari Hungaria. Dia diperkirakan akan memimpin partai VVD lagi pada pemilihan mendatang.
Koalisi Rutte saat ini, yang berkuasa pada Januari 2022, adalah pemerintahannya yang keempat berturut-turut sejak ia menjadi perdana menteri pada Oktober 2010.
REUTERS
Pilihan Editor 11 WNI Ditangkap dalam Kasus Pembunuhan Pria Indonesia di Malaysia, Motif Kecemburuan?