Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Penelitian Ungkap Himalaya akan Kehilangan 75 Persen Gletser pada 2100

Reporter

image-gnews
Gunung Nanda Devi yang tertutup salju terlihat dari kota Auli, di negara bagian Himalaya utara Uttarakhand, India 25 Februari 2014. REUTERS/Stringer
Gunung Nanda Devi yang tertutup salju terlihat dari kota Auli, di negara bagian Himalaya utara Uttarakhand, India 25 Februari 2014. REUTERS/Stringer
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Pegunungan Himalaya, termasuk Hindu Kush, dapat kehilangan hingga 75 persen volume gletser pada akhir abad ke-21 akibat pemanasan global. Menurut laporan terbaru, pencairan gletser bisa menyebabkan banjir bandang sekaligus kekurangan air bagi 240 juta orang yang tinggal di wilayah pegunungan.

Sebuah tim peneliti internasional menemukan bahwa hilangnya es Himalaya—rumah bagi dua puncak tertinggi di dunia, Gunung Everest dan K2—semakin cepat. Selama 2010-an, gletser mencair 65 persen lebih cepat dari yang terjadi pada dekade sebelumnya. Perkiraan itu diungkap oleh International Center for Integrated Mountain Development (ICIMOD) yang berbasis di Kathmandu, Nepal.

Temuan ICIMOD

Peneliti lingkungan dari ICIMOD, Philippus Wester, menegaskan bahwa Himalaya bakal segera kehilangan mayoritas gletsernya dalam waktu kurang dari 100 tahun.

Pegunungan Hindu Kush Himalaya sendiri membentang 3.500 kilometer melintasi Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, China, India, Myanmar, Nepal, serta Pakistan. Pada pemanasan suhu global 1,5 sampai 2 derajat celsius, gletser di seluruh Hindu Kush Himalaya akan kehilangan 30–50 persen volumenya.

Namun, pencairan gletser juga sangat bergantung pada lokasinya. Jika pemanasan global mencapai 3 derajat celsius seperti peringatan iklim terkini, gletser di Himalaya Timur (mencakup Nepal dan Bhutan), akan kehilangan 75 persen volume es. Seburuk-buruknya, gletser akan terkikis hingga 80 persen pada pemanasan suhu global 4 derajat celsius.

Wester juga berupaya menilai bagaimana perubahan iklim memengaruhi Hindu Kush Himalaya. Tidak seperti Pegunungan Alpen Eropa dan Pegunungan Rocky Amerika Utara, kawasan tersebut tidak memiliki catatan sejarah panjang tentang pengukuran lapangan yang mengungkap apakah gletser tumbuh atau menyusut.

Beruntung, Wester dan tim mendapat dasar ilmiah baru berkat deklasifikasi citra satelit mata-mata Amerika Serikat dari gletser Hindu Kush Himalaya sejak 1970. Kemajuan teknologi satelit dalam lima tahun terakhir juga telah mendukung pemahaman mereka tentang perubahan gletser yang berlangsung.

Hasil riset teranyar Wester lantas mengacu pada data yang terkumpul hingga Desember 2022. Ada tingkat kepercayaan yang lebih tinggi dibanding penilaian ICIMOD sebelumnya pada 2019 dalam kasus serupa. Para ilmuwan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dampak buruk yang akan terjadi hingga 2100 di berbagai tingkat pemanasan global.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pengetahuan tentang gletser Himalaya saat ini sudah sebanding dengan Pegunungan Andes di Amerika Selatan meskipun belum sebaik Alpen—menurut ahli glasiologi Tobias Bolch dari Graz University of Technology, Austria.

Risiko Bencana dan Mata Pencaharian

Muncul keprihatinan besar bagi penduduk di sekitar Hindu Kush Himalaya. Pasalnya, laporan Wester juga menemukan aliran air di 12 lembah sungai kawasan itu, termasuk Gangga, Indus, dan Mekong. Aliran air tersebut kemungkinan bakal mencapai volume puncak saat pertengahan abad dengan konsekuensi bagi lebih dari 1,6 miliar orang yang bergantung padanya.

Walau mereka tampak akan memiliki lebih banyak air karena gletser mencair dengan kecepatan tinggi, aliran air yang terlalu besar justru akan mengakibatkan banjir dan berujung pada kelangkaan air bersih.

Banyak masyarakat pegunungan tinggi menggunakan air glasial dan pencairan salju untuk mengairi tanaman. Akan tetapi, waktu salju turun menjadi tidak menentu dengan jumlah yang lebih sedikit dari biasanya.

Penduduk sekitar Hindu Kush Himalaya juga mendapati kematian yak dalam jumlah besar karena lembu endemik itu pergi ke padang rumput yang lebih tinggi, menurut spesialis mata pencaharian dan migrasi Amina Maharjan dari ICIMOD. Jika salju turun terlalu cepat, seluruh area tertutup salju dan para yak tidak memiliki rumput untuk digembalakan. Ancaman tersebut kemudian menyebabkan orang-orang pindah dari komunitas pegunungan untuk mendapatkan penghasilan di tempat lain.

Mencairnya gletser juga berbahaya bagi masyarakat hilir karena kolam limpasan di danau dangkal yang tertahan oleh bebatuan dan puing-puing. Risiko datang ketika danau akhirnya meluap dan menyembur air yang mengalir deras ke lembah pegunungan.

Pemerintah negara-negara setempat tengah berusaha untuk mengantisipas segala potensi bencana. China juga berkontribusi dalam menopang pasokan air mereka. Sementara itu, Pakistan memasang sistem peringatan dini untuk luapan banjir danau glasial. 

NIA HEPPY | SYAHDI MUHARRAM | REUTERS 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Bhutan Hapus Syarat Asuransi Perjalanan yang Diwajibkan saat Pandemi

3 hari lalu

Paro Taktsang atau Tiger's Nest di Bhutan (Pixabay)
Bhutan Hapus Syarat Asuransi Perjalanan yang Diwajibkan saat Pandemi

Penghapusan syarat asuransi ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah pengunjung untuk menjelajahi budaya, bentang alam, dan warisan unik Bhutan.


Traveling ke Patan, Ini 5 Atraksi Menarik di Sana

27 hari lalu

Patan Durbar Square, Nepal. Unsplash.com/Aaron Santelices
Traveling ke Patan, Ini 5 Atraksi Menarik di Sana

Kalau tertarik mengunjungi Patan di Nepal, setiap sudutnya sangat menarik dieksplorasi dan mengkungkapkan sebuah cerita


Menanti Senat dan Raja, Thailand Selangkah Lagi Melegalkan Pernikahan Sesama Jenis

31 hari lalu

Komunitas LGBT Thailand berpartisipasi dalam Parade Hari Kebebasan Gay di Bangkok, Thailand, 29 November 2018. REUTERS/Soe Zeya Tun
Menanti Senat dan Raja, Thailand Selangkah Lagi Melegalkan Pernikahan Sesama Jenis

Parlemen Thailand dengan suara bulat menyetujui rancangan undang-undang yang melegalkan pernikahan sesama jenis


Mengenal Pokhara, Ibu Kota Pariwisata Nepal yang Baru Diresmikan

40 hari lalu

Pokhara, Nepal (Pixabay)
Mengenal Pokhara, Ibu Kota Pariwisata Nepal yang Baru Diresmikan

Pokhara dikenal sebagai pusat wisata Nepal yang terkenal karena keindahan alam, kekayaan budaya, dan beragam kegiatan rekreasi.


Demi Keselamatan, Pendaki Gunung Everest dari Nepal bakal Diwajibkan Bawa Chip

26 Februari 2024

Ilustrasi pendaki Gunung Everest (Pixabay)
Demi Keselamatan, Pendaki Gunung Everest dari Nepal bakal Diwajibkan Bawa Chip

Chip ini diperkirakan akan mulai berlaku pada musim semi mendatang, yang bertepatan dengan dimulainya musim pendakian di Gunung Everest.


Tips Mendaki Himalaya, Mulai dari Waktu yang Tepat hingga Memilih Pemandu

28 Januari 2024

Gunung Nanda Devi yang tertutup salju terlihat dari kota Auli, di negara bagian Himalaya utara Uttarakhand, India 25 Februari 2014. REUTERS/Stringer
Tips Mendaki Himalaya, Mulai dari Waktu yang Tepat hingga Memilih Pemandu

Perjalanan ke Pegunungan Himalaya butuh persiapan matang karena medan yang berat, suhu yang bervariasi, dan sensitivitas budaya.


7 Destinasi di Bhutan yang Disebut Negara Paling Bahagia di Dunia

18 Januari 2024

Pangeran William dan Kate Middleton, berfoto di depan Biara Paro Taktsang, Bhutan, 15 April 2016. Keduanya sedang dalam kunjungan selama sepekan ke India dan Bhutan.  REUTERS/Cathal McNaughton
7 Destinasi di Bhutan yang Disebut Negara Paling Bahagia di Dunia

Terletak di jantung pegunungan Himalaya bagian timur, Bhutan terkenal karena bentang alamnya yang memesona.


Mengenal Buah Jujube, Apel India yang Juga Disebut Kurma Cina

11 Januari 2024

Ilustrasi jujube. Freepik.com/Evening_tao
Mengenal Buah Jujube, Apel India yang Juga Disebut Kurma Cina

Buah jujube merupakan buah yang punya banyak julukan mulai dari apel bahkan disebut kurma.


17 Landasan Pesawat Paling Berbahaya di Dunia, Ada di Asia hingga Antartika

4 Januari 2024

Daftar landasan pesawat paling berbahaya di dunia, di antaranya Bandara Lukla di pegunungan Everest, Nepal hingga Bandara McMurdo di Antartika. Foto: Canva
17 Landasan Pesawat Paling Berbahaya di Dunia, Ada di Asia hingga Antartika

Daftar landasan pesawat paling berbahaya di dunia, di antaranya Bandara Lukla di pegunungan Everest, Nepal hingga Bandara McMurdo di Antartika.


Nepal Salahkan Pilot Atas Kecelakaan Pesawat Januari yang Tewaskan 72 Orang

29 Desember 2023

Petugas mengevakuasi jenazah di lokasi jatuhnya pesawat di Pokhara di Nepal barat, 15 Januari 2023. Televisi lokal melaporkan, asap hitam tebal mengepul dari lokasi kecelakaan saat petugas penyelamat dan kerumunan orang berkumpul di sekitar reruntuhan pesawat. ANI/Handout/via REUTERS
Nepal Salahkan Pilot Atas Kecelakaan Pesawat Januari yang Tewaskan 72 Orang

Otoritas Nepal menyalahkan pilot sebagai penyebab kecelakaan pesawat pada Januari yang menewaskan 72 orang di dalamnya.