TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, Minggu, 14 Mei 2023, masyarakat Turki dan Thailand akan menentukan masa depan mereka dalam pemilihan umum. Di ujung kampanyenya sehari sebelum pencoblosan, Presiden Turki Tayyip Erdogan menuduh oposisi bekerja sama dengan Presiden AS Joe Biden untuk menggulingkannya.
Dalam kampanye di Istanbul pada Sabtu, Erdogan mencoba meyakinkan pemilih dalam upaya terakhirnya untuk mempertahankan pemerintahannya yang sudah berumur 20 tahun.
Jajak pendapat menunjukkan Erdogan tertinggal dari kandidat oposisi utama Kemal Kilicdaroglu sehari menjelang salah satu pemilihan paling penting dalam sejarah modern Turki. Namun, jika tak satu pun dari mereka memenangkan lebih dari 50% suara, akan ada putaran kedua pemungutan suara pada 28 Mei.
Para pemilih juga akan menentukan parlemen baru, kemungkinan persaingan ketat antara Aliansi Rakyat yang terdiri dari Partai AK (AKP) yang berakar dari Islam konservatif Erdogan dan MHP nasionalis, dan Aliansi Bangsa Kilicdaroglu yang dibentuk dari enam partai oposisi, termasuk Partai Rakyat Republik pendiri Turki Mustafa Kemal Ataturk.
Pencoblosan dimulai pukul 8 pagi (12.00 WIB) dan ditutup pada pukul 5 sore. Menjelang Minggu malam kemungkinan hasil penghitungan sudah bisa diumumkan.
Kampanye Erdogan selama sebulan terakhir berfokus pada pencapaian pemerintahnya dalam industri pertahanan dan proyek infrastruktur, dan pernyataannya bahwa oposisi akan membatalkan perkembangan tersebut.
Salah satu poin pembicaraannya adalah bahwa pihak oposisi menerima perintah dari Barat, dan bahwa mereka akan tunduk pada keinginan negara-negara Barat jika terpilih.
Pada rapat umum di distrik Umraniye Istanbul, Erdogan mengingat kembali komentar yang dibuat oleh Biden dan diterbitkan oleh New York Times pada Januari 2020, saat dia berkampanye untuk Gedung Putih. Saat itu, Biden mengatakan Washington harus mendorong lawan Erdogan untuk mengalahkannya secara elektoral, menekankan dia tidak boleh digulingkan dalam kudeta.
Komentar tersebut, yang muncul kembali akhir tahun itu dalam sebuah video yang menjadikan Biden topik paling populer di Twitter di Turki, dikutuk oleh Ankara pada saat itu sebagai "intervensi".
Pemilu Thailand
Dalam Pemilu Thailan, partai dan calon oposisi berpeluang menggusur PM inkumben Prayuth Chan-ocha, yang memerintah setelah memimpin kudeta pada 2014.
Jajak pendapat menunjukkan partai Pheu Thai kemungkinan memenangi mayoritas kursi, melanjutkan rentetan penampilan kuatnya di setiap pemilu Thailand sejak 2001, termasuk dua kali telak.
Calon perdana menterinya termasuk Paetongtarn Shinawatra, putri bungsu dari patriark keluarga Thaksin Shinawatra, dan maestro real estate Srettha Thavisin - keduanya memiliki pengalaman politik yang terbatas.
"Pada 14 Mei akan menjadi hari bersejarah. Kita akan berubah dari kediktatoran menjadi pemerintahan yang dipilih secara demokratis," kata Paetongtarn, 36 tahun, kepada ribuan pendukungnya dalam rapat umum pertamanya setelah melahirkan di tengah kampanye.
Move Forward Party, kelompok oposisi utama lainnya, telah mengalami lonjakan tahap akhir dan mengandalkan kaum muda - termasuk 3,3 juta pemilih pemula yang memenuhi syarat berusia 18 hingga 22 tahun.
Partai tersebut telah menjanjikan perubahan besar, mulai dari menangani monopoli bisnis dan mengakhiri wajib militer hingga mengubah undang-undang yang ketat tentang penghinaan kerajaan yang menurut para kritikus digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat.
REUTERS
Pilihan editor: Top 3 Dunia: Rusia Kalah di Bakhmut Utara, Inggris Sita Kapal Pesiar, dan Menlu PNG Mundur