TEMPO.CO, Jakarta -Para pemimpin masyarakat adat dari sejumlah bekas koloni Inggris mendesak Raja Charles untuk segera meminta maaf atas rasisme dan warisan genosida. Desakan ini muncul menjelang penobatan Raja Charles III sebagai kepala negara Kerajaan Inggris pada akhir pekan ini.
Dalam sebuah surat, seperti dilansir Al Arabiya pada Kamis, 4 Mei 2023, perwakilan Pribumi dari 12 negara Persemakmuran juga menyerukan reparasi keuangan dan pengembalian harta budaya yang dicuri.
Surat itu ditandatangani oleh para pemimpin dari Australia, serta beberapa negara Karibia yang pernah dijarah untuk dijadikan budak. Penduduk asli Negeri Kanguru dibantai oleh penjajah Inggris dan dipaksa keluar dari tanah mereka.
Olympian Nova Peris, wanita Aborigin pertama yang terpilih menjadi anggota parlemen federal Australia, adalah salah satu pemimpin yang menandatangani surat tersebut.
Peris mengatakan sudah waktunya untuk "mengakui dampak mengerikan dan abadi" dari kolonisasi dan "warisan genosida" yang dirasakan oleh banyak penduduk Pribumi.
“Sangat penting bagi kami untuk berdiskusi dan mendidik orang tentang kebenaran di balik penjajahan, selama minggu penobatan,” kata kritikus gigih hubungan Australia dengan keluarga kerajaan itu. “Percakapan dimulai dengan mendengarkan.”
Surat itu juga ditandatangani oleh perwakilan dari Kanada, Selandia Baru, dan Papua Nugini.
Kelompok itu mengatakan mereka telah bersatu untuk membantu rakyat mereka "pulih dari rasisme, penindasan, kolonialisme, dan perbudakan selama berabad-abad".
Charles, dalam beberapa tahun terakhir telah meningkatkan upaya untuk terlibat dengan para pemimpin Pribumi. Monarki tidak bisa terlepas atas hubungannya dengan perdagangan budak dan warisan kekerasan Kerajaan Inggris.
Meskipun dia telah mengakui kerajaan harus "mengakui kesalahan yang telah membentuk masa lalu kita", surat para pemimpin masyarakat adat memohon dia untuk melangkah lebih jauh dengan menawarkan permintaan maaf resmi kerajaan.