Harga Kebebasan
Sejak dibebaskan dengan jaminan, Roya dilarang meninggalkan negara itu dan dipanggil beberapa kali untuk diinterogasi.
“Saya mungkin akan dipenjara lagi, tapi itu layak. Saya ingin negara saya bebas dan saya siap membayar harganya,” katanya Roya.
Seperti selusin perempuan lain yang diwawancarai untuk cerita ini, Roya meminta untuk tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan dan takut akan konsekuensi berbicara kepada media asing.
"Saya keluar setiap hari tanpa hijab untuk menunjukkan perlawanan pada para penguasa masih hidup,” kata Minou, seorang perempuan berusia 33 tahun di kota suci kaum Syiah, Mashhad, yang mengatakan ia dipukuli dan adiknya ditahan oleh agen-agen keamanan selama protes-protes.
Taktik anti-hijab baru dapat memperburuk kesengsaraan ekonomi Iran, menurut orang dalam Iran yang dekat dengan para pembuat keputusan.
Ribuan bisnis tutup selama berhari-hari, termasuk sebuah pusat perbelanjaan di Teheran dengan 450 toko, menurut media pemerintah, karena para pegawainya gagal mematuhi hukum wajib hijab dan melayani perempuan-perempuan tak berhijab.
Dengan ekonomi yang dihantam sanksi-sanksi AS dan salah pengelolaan, Iran telah menghadapi protes berkelanjutan dari para pekerja dan para pensiunan selama berbulan-bulan karena tingkat inflasi lebih dari 50%, pengangguran tinggi dan gaji-gaji yang tak dibayar.
"Toko kelontong saya ditutup selama beberapa hari oleh pihak berwenang karena melayani wanita yang tidak memakai penutup kepala," kata Asghar, 45, di pusat kota Isfahan. “Saya harus bekerja untuk menghidupi keluarga. Saya nyaris tidak memenuhi kebutuhan. Saya tidak peduli apakah pelanggan saya berhijab atau tidak.”
Bagi Shadi, 20 tahun, yang menghadiri kelas-kelas di sebuah universitas di Iran utara menjadi “pergulatan harian untuk kebebasan”.
“Saya diancam oleh otoritas universitas dengan dipecat dari sekolah... tetapi saya tidak akan mundur hingga kami bebas,” katanya.
REUTERS
Pilihan Editor: 100 Orang Terkait Kelompok Mafia 'Ndrangheta di Italia Ditangkap