TEMPO.CO, Jakarta - Kremlin pada Senin mengatakan bahwa ada kecenderungan untuk selalu menyalahkan Rusia atas kejadian apa pun, termasuk kebocoran dokumen-dokumen rahasia intelijen Amerika Serikat.
Badan keamanan nasional AS berupaya keras mencari sumber kebocoran dokumen intelijen yang telah tersebar luas di internet.
Beberapa pakar keamanan nasional dan pejabat AS mengatakan mereka menduga sumber kebocoran itu adalah orang Amerika, mengingat luasnya topik yang dibahas dalam dokumen-dokumen tersebut.
Meski demikian, mereka tidak mengesampingkan kemungkinan aktor-aktor pro-Rusia terlibat dalam kebocoran itu.
Saat ditanya tentang tuduhan yang menyebut Rusia mungkin bertanggung jawab atas insiden tersebut, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menolak berkomentar.
"Tidak, saya tidak bisa berkomentar soal itu. Kita semua tahu bahwa kecenderungan untuk selalu menyalahkan Rusia atas apa pun adalah sebuah penyakit yang meluas saat ini. Jadi tidak ada komentar soal itu," kata Peskov.
Ketika diminta untuk mengomentari laporan media yang menyebut Washington mungkin memata-matai Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Peskov mengatakan bahwa pihaknya tidak mengesampingkan kemungkinan tersebut.
Dia juga mengatakan bahwa dia tidak memiliki informasi tentang klaim bahwa pesawat pengintai Inggris "hampir ditembak jatuh" oleh pesawat tempur Su-27 Rusia di atas Laut Hitam pada musim gugur 2022.
Sebelumnya, Pentagon pada Jumat mengatakan bahwa mereka sedang melakukan penyelidikan setelah dugaan tangkapan layar dokumen rahasia AS dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengenai perang Ukraina dan masalah lainnya bocor di media sosial.
Dokumen-dokumen itu, yang dicap stempel Kepala Staf Gabungan AS, sebagian besar diyakini asli, tetapi beberapa isinya diduga telah direkayasa.
“Kami mengetahui laporan soal unggahan di media sosial, dan Departemen Pertahanan AS sedang meninjau masalah ini,” kata Sabrina Singh, wakil sekretaris pers Pentagon kepada Anadolu.
Pilihan Editor: Dokumen Rahasia AS Soal Perang Ukraina hingga Israel Bocor, Pentagon Buru Pelakunya
REUTERS | ANADOLU