TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Cina Qin Gang menilai krisis Ukraina telah didorong oleh invisible hand atau tangan gaib yang terus mendesak perpanjangan dan eskalasi konflik.
“Tangan gaib itu menggunakan krisis Ukraina untuk melayani agenda geopolitik tertentu,” kata Qin di sela-sela pertemuan parlemen tahunan di Beijing pada Selasa, 7 Maret 2023.
Menteri Luar Negeri Cina Qin Gang saat berkunjung ke Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Rabu, 22 Februari 2023. Dok: Kementerian Luar Negeri
Menurut Qin, konflik, sanksi, dan tekanan tidak akan menyelesaikan masalah. Sebaliknya, proses pembicaraan damai harus dimulai sesegera mungkin dan masalah keamanan yang dianggap benar dari semua pihak harus dihormati.
Qin pun menerangkan kembali posisi Cina dalam perang Ukraina di tengah meningkatnya ketegangan antara Beijing dan Uni Eropa setelah organisasi di Benua Biru itu mempertanyakan ketulusan Cina sebagai mediator setelah Beijing menolak menyebut Rusia sebagai agresor dalam konflik tersebut.
Menurut Qin, Beijing tidak akan memberikan senjata ke kedua pihak yang berkonflik di perang Ukraina. Sumber di pejabat Amerika Serikat sebelumnya memberikan peringatan keras tentang konsekuensi yang bakal diterima Cina, jika berani mengirim bantuan mematikan ke Rusia.
"(Cina) bukan pihak dalam krisis ini dan belum memberikan senjata kepada kedua pihak yang berkonflik. Jadi atas dasar apa pembicaraan menyalahkan, sanksi, dan ancaman terhadap Cina ? Ini benar-benar tidak dapat diterima,” ujar Qin.
Beijing dan Moskow mendeklarasikan kemitraan tanpa batas, sebulan sebelum Rusia menginvasi Ukraina. Walau dalam beberapa waktu terakhir menyerukan perlu ada perundingan damai, Cina menolak untuk mengecam invasi Rusia ke Ukraina.
Di sela-sela pertemuan parlemen tahunan di Beijing, Qin mengatakan Cina harus memajukan hubungannya dengan Rusia karena dunia semakin memanas. Menurutnya, interaksi dekat antara kedua pemimpin yakni Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin - menjadi jangkar bagi hubungan Cina-Rusia.
Dia tidak memberikan jawaban pasti ketika ditanya apakah Xi akan mengunjungi Rusia setelah sidang parlemen Cina, yang berlangsung satu minggu lagi.
Ketika ditanya apakah mungkin Cina dan Rusia akan meninggalkan mata uang dolar Amerika Serikat dan euro untuk perdagangan bilateral, Qin mengatakan negara harus menggunakan mata uang apa pun yang efisien, aman, dan kredibel.
“Mata uang tidak boleh menjadi kartu truf untuk sanksi sepihak, apalagi penyamaran untuk intimidasi atau paksaan,” katanya.
Cina, yang menolak menyebut Rusia sebagai agresor dalam konflik Ukraina, sering mengkritik Amerika Serikat karena mengintimidasi negara lain dengan sanksi sepihak.
REUTERS
Pilihan Editor: Hadapi Tantangan di Taiwan, Anggaran Militer China Tahun Ini Naik Jadi Rp3.436 Triliun