TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Rusia Vladimir Putin pada awal pekan ini mundur dari perjanjian kontrol senjata New START yang seharusnya berakhir pada 2026. Pemimpin Rusia itu juga memperingatkan bahwa Moskow dapat melanjutkan uji coba nuklir di tengah kecaman dari mitra barat.
"Saya terpaksa mengumumkan hari ini bahwa Rusia menangguhkan keikutsertaannya dalam Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis," kata Putin kepada elit politik dan militer negaranya.
Perjanjian New START adalah perjanjian kontrol senjata terakhir yang tersisa dengan Washington. Perjanjian itu membatasi hulu ledak nuklir strategis yang dikerahkan masing-masing negara.
Putin menyatakan, Rusia akan terus mengawasi peningkatan kekuatan nuklirnya. Dia menyebut, Moskow akan memulai pengiriman massal rudal hipersonik yang diluncurkan dari laut Zirco. Putin juga mengatakan Rusia akan terus melengkapi angkatan bersenjatanya dengan peralatan canggih.
"Seperti sebelumnya, kami akan meningkatkan perhatian untuk memperkuat triad nuklir," kata Putin dalam pidato untuk menandai hari libur ‘Pembela Tanah Air’, Kamis, 23 Februari 2023.
Dalam pernyataan itu, dia merujuk pada rudal nuklir yang berbasis di darat, laut, dan udara. Putin mengatakan bahwa untuk pertama kalinya, rudal balistik antarbenua Sarmat – senjata yang mampu membawa banyak hulu ledak nuklir, akan dikerahkan tahun ini.
“Kami akan melanjutkan produksi massal sistem Kinzhal hipersonik berbasis udara dan akan memulai pasokan massal rudal hipersonik Zirkon berbasis laut,” katanya.
Putin membuat pernyataannya itu dua hari setelah mengumumkan bahwa Rusia akan menangguhkan perjanjian START Baru. Perjanjian SMART Baru itu adalah
Dikecam Joe Biden, Sebut Kesalahan Besar dan Tidak Ada Buktinya
Meski Presiden Rusia Vladimir Putin menangguhkan sementara partisipasi dalam perjanjian senjata nuklir dengan Amerika Serikat, Presiden Joe Biden yakin ini bukan sinyal Moskow mempertimbangkan penggunaan senjata nuklir. Kendati demikian, Biden tetap menganggap keputusan Putin adalah kesalahan besar.
"Melakukan itu adalah kesalahan besar. Tidak begitu bertanggung jawab. Tapi saya tidak membaca bahwa dia berpikir untuk menggunakan senjata nuklir atau semacamnya," kata Biden kepada ABC News dalam sebuah wawancara, seperti dikutip Reuters, Kamis 23 Februari 2023.