TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa menilai Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tak seharusnya mengucilkan junta militer Myanmar. Menurut Marty, hal ini justru menguntungkan pihak junta.
Marty mengatakan bahwa pengucilan Myanmar dalam berbagai pertemuan ASEAN membuat junta semakin “nyaman” untuk terus melakukan tindakannya.
“Saat ini junta tidak diundang ke KTT ASEAN, (padahal) saya kira itu perlu. Faktanya, (dengan tidak diundang) ini membuat mereka tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Bagi junta militer, pengucilan adalah zona nyaman mereka. Mereka dikucilkan mereka justru tenang-tenang saja,” kata Marty usai acara Simposium Perayaan 50 Tahun Hubungan ASEAN-Jepang di Jakarta, Senin kepada ANTARA.
Mantan perwakilan tetap Indonesia untuk PBB pada 2007-2009 itu menyebut ASEAN perlu mencari upaya lain untuk menggerakkan junta agar melaksanakan Konsensus Lima Poin.
Kelima poin dalam konsensus yang disepakati Myanmar dengan para pemimpin ASEAN itu adalah pengakhiran segera kekerasan di Myanmar, dialog antara semua pihak terkait, penunjukan utusan khusus, penyaluran bantuan kemanusiaan oleh ASEAN untuk Myanmar, dan kunjungan utusan khusus ASEAN ke Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak.
Hal itu karena pengucilan terbukti tidak berhasil membuat junta mau menegakkan satu poin pun dari konsensus tersebut, kata dia.
Marty menyarankan agar ASEAN menyediakan kursi Myanmar dalam pertemuan ASEAN untuk Persatuan Pemerintah Nasional Myanmar (NUG), yang merupakan kelompok oposisi pro-demokrasi.
ASEAN juga harus memulai langkah-langkah bisa mendorong komunikasi secara terbuka dengan pihak-pihak pro-demokrasi di Myanmar. “Itu pasti akan membuat junta berpikir bahwa tindakan mereka ada akibatnya, ada konsekuensi dari sikap keras kepala mereka,” kata Marty.
Marty menambahkan ASEAN juga bisa mengirim tim ke Myanmar untuk memonitor tindakan junta dan mengumumkan hasil dari pemantauan itu. “Bahkan bisa mendorong Dewan Keamanan PBB untuk memberikan kewenangan kepada ASEAN untuk memberikan kapasitas memonitor pelaksanaan (konsensus),” ujarnya.
Penyelesaian krisis Myanmar, menurut Marty, penting untuk membuktikan kapasitas dan relevansi ASEAN sebagai organisasi regional, penjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan.
Pilihan Editor: Myanmar, ASEAN, dan Jenderal Utusan Presiden Jokowi
ANTARA