TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Rusia Vladimir Putin dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman pada Senin, 30 Januari 2023, melakukan pembicaraan pertelepon. Kremlin menjelaskan keduanya membicarakan soal kerja sama bilateral dan kebijakan untuk menstabilkan pasar minyak dunia.
“Ada sejumlah isu yang dibahas, di antaranya pengembangan kerja sama bilateral bidang politik, perdagangan, ekonomi dan bidang energi. Di bahas pula kerja sama dalam kerangka OPEC+ guna memastikan stabilitas pada pasar minyak dunia,” demikian keterangan Kremlin.
Baca juga: Vladimir Putin dan Jokowi Bertelepon Bahas G20 dan Ukraina
Ilustrasi kilang minyak dunia. REUTERS/Vivek Prakash
Putin dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman sudah beberapa kali melakukan pembicaraan sejak Rusia melancarkan invasi militer ke Ukraina pada Februari 2022 lalu. Rangkaian pembicaraan tersebut dilakukan di tengah keretakan hubungan Arab Saudi dan Amerika Serikat, di mana Kerajaan Arab Saudi adalah mitra terdekat di level internasioal bagi Amerika.
Dalam setahun terakhir, Riyadh telah memperdalam hubungannya dengan Beijing dan meyatakan kesiapan melakukan perdagangan minyak dengan mata uang yuan. Langkah itu bisa menjadi ancaman bagi mata uang dolar Amerika sebagai petrocurrency yang mendominasi dunia.
Arab Saudi adalah pemimpin de facto OPEC. Pada Juli 2022, Arab Saudi menghina Amerika Serikat dengan cara menolak menaikkan produksi minyak. Sebab kenaikan produksi minyak secara serentak bisa menguntungkan pemerintahan Joe Biden, yang dampaknya bisa menurunkan harga gas di Amerika pada November 2022 atau saat Amerika melakukan pemilu sela. Ekonomi Rusia melemah dengan berkurangnya revenue minyak.
OPEC dan sekutu-sekutunya pada Oktober 2022 sepakat untuk memangkas produksi sampai dua juta barrel minyak per hari. Langkah itu dilakukan demi menjaga kestabilan harga yang akan membawa keuntungan pada negara-negara penghasil minyak.
Moskow dan Riyadh sama-sama sependapat untuk mempertahankan profit minyak mereka. Adanya aturan batas harga atau price cap pada minyak Rusia dipandang oleh kedua negara bisa menjadi ancaman terhadap revenue. Lebih lanjut, anggota OPEC pun khawatir kalau kebijakan tersebut bisa menjadi sebuah price cap dunia ke depannya, yang berpotensi membuat runyam perekonomian mereka.
Sumber: RT.com
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.