TEMPO.CO, Jakarta - Partai Republik semakin dekat untuk menguasai (mayoritas) kursi DPR Amerika Serikat setelah Partai Demokrat berusaha mencegah Partai Republik unggul di pemilu sela Amerika Serikat.
Pada Kamis pagi, 10 November 2022, waktu setempat, Partai Republik telah merebut setidaknya 210 kursi DPR. Itu artinya, Partai Republik hanya butuh delapan kursi lagi untuk menjadi penguasa di DPR Amerika Serikat. Edison Research memproyeksikan 218 kursi yang dibutuhkan untuk merebut DPR dari Partai Demokrat secara efektif bisa menghentikan agenda legislatif Presiden Joe Biden.
Saat ini, kondisi masih serba tidak pasti karena Partai Republik atau pun Partai Demokrat masih sama-sama bisa merebut kendali dengan menyapu bersih pemilu. Di Nevada dan Arizona, otoritas masih menghitung ribuan surat suara yang belum terhitung.
Jika Partai Republik benar-benar menguasai kursi DPR Amerika Serikat, maka hal ini bisa menghalangi prioritas Biden seperti hak aborsi. Bukan hanya itu, otoritas pun bisa meluncurkan penyelidikan terhadap Pemerintahan Biden dan keluarganya.
Biden pada Rabu, 9 November 2022, mengatakan dia siap untuk bekerja dengan Partai Republik. Seorang pejabat di Gedung Putih mengatakan Biden berbicara melalui telepon dengan Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy, yang mengumumkan pada sehari sebelumnya niatnya untuk mencalonkan diri sebagai ketua DPR jika Partai Republik mengendalikan ruangan itu.
"Masyarakat Amerika telah menjelaskan, saya pikir mereka mengharapkan Partai Republik siap bekerja dengan saya juga," kata Biden.
Jika McCarthy adalah ketua DPR berikutnya, dia mungkin merasa sulit untuk menyatukan kaukusnya yang terpecah-pecah, dengan sayap kanan yang memiliki sedikit minat untuk berkompromi.
Partai Republik diperkirakan akan menuntut pemotongan anggaran pengeluaran dengan imbalan menaikkan batas pinjaman negara pada tahun depan. Ini bisa menjadi sebuah silang pendapat yang dapat membuat pasar keuangan waswas.
Perhitungan sementara pemilu sela Amerika Serikat pada Selasa, 8 November 2022, memperlihatkan pemilih menghukum Biden karena inflasi paling tajam dalam 40 tahun. Namun para pemilih juga mengecam upaya Partai Republik melarang aborsi dan meragukan proses penghitungan suara negara.
Biden telah membingkai pemilu sela sebagai ujian demokrasi Amerika Serikat saat ratusan kandidat Partai Republik percaya pada klaim palsu kalau hasil pemilu presiden 2020 lalu dicuri sehingga seharusnya dimenangkan Donald Trump.
“Saya pikir itu adalah hari yang baik untuk demokrasi,” kata Biden.
Baca juga: Pemilu Sela AS, Pria Berpisau Ancam Pemilih di Wisconsin
Nadine Seiler dari Waldorf, Maryland, mengibarkan bendera Amerika yang terbalik di luar Gedung Putih sehari setelah pemilihan presiden AS 2020 di Washington, AS, 4 November 2020. Hasil perhitungan suara sementara yang dipublikasikan media AP memperlihatkan Biden sudah mengantongi 264 suara elektoral atau tinggal membutuhkan 6 suara lagi untuk memenangkan Pemilu AS. REUTERS/Erin Scott
Mantan Presiden Trump, ikut berperan aktif dalam merekrut kandidat anggota DPR Partai Republik dalam pemilu sela ini. Hasil perekrutan Trump itu, cukup beragam.
Dia meraih kemenangan di Ohio, di mana J.D. Vance penulis "Hillbilly Elegy" memenangkan kursi Senat untuk mempertahankannya di tangan Partai Republik. Tetapi beberapa kandidat lain yang didukung Trump juga ada yang mengalami kekalahan, seperti pensiunan ahli bedah yang sudah terkenal Mehmet Oz.
Sementara itu, Gubernur Florida dari Partai Republik Ron DeSantis, yang bisa menjadi lawan Trump pada pemilu presiden 2024 mendatang, unggul dalam pemilu ulang dengan hampir 20 poin persentase sehingga menambah profil nasionalnya.
Reuters | Nugroho Catur Pamungkas
Baca juga: Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.