TEMPO.CO, Jakarta - Penasihat Kementerian HAM Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (NUG), Aung Kyaw Moe, menyerukan Indonesia supaya melakukan lebih banyak upaya dalam menyelesaikan isu kemanusiaan di Myanmar. Permintaan itu dilayangkan dalam kapasitas Indonesia yang akan memegang keketuaan ASEAN pada 2023.
Permintaan Moe itu disampaikan dalam diskusi peringatan 5 tahun genosida etnis Rohingya secara virtual pada Kamis, 25 Agustus 2022. Moe pun berterima kasih pada masyarakat dan pemerintah Indonesia karena bersedia menampung dan memberi suaka pada korban genosida etnis Rohingya.
Moe memperingatkan penderitaan pengungsi Rohingya di Indonesia, Bangladesh atau di Rakhine, belum sirna. Bukan tidak mungkin pula penderitaan sekarang dialami oleh etnis lain, selain Rohingya.
"Saya pikir, pemerintah Indonesia perlu berbuat lebih banyak untuk memastikan (masalah ini) selesai. Apa yang terjadi, yakni genosida, telah terjadi kemarin, namun mungkin akan terjadi lagi besok," kata Moe.
Diskusi peringatan 5 tahun genosida etnis Rohingya Myanmar di Jakarta, Kamis, 25 Agustus 2022. Sumber: DANIEL AHMAD
Menurut Moe, pengungsi etnis Rohingya yang mengungsi ke sejumlah negara, ingin kembali lagi ke Myanmar dan diperlakukan setara. Sejauh ini NUG sudah mencoba menerapkan kebijakan terkait permasalahan etnis Rohingya ini, namun representasinya tidak cukup.
Menanggapi hal ini, Kepala Misi Pencari Fakta PBB untuk Myanmar, Marzuki Darusman, menyarankan agar Indonesia segera mengakui NUG sebagai Pemerintah Myanmar yang sah yang terpilih secara demokratis pada 2020. Cara ini, diyakininya bisa membantu menyelesaikan konteks besar masalah kemanusiaan yang terjadi, baik setelah kudeta junta militer pada Februari 2021, maupun masalah sebelumnya seperti Rohingya.
Sedangkan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah pada Kamis, 25 Agustus 2022, mengungkap penyelesaian masalah kemanusiaan di Myanmar dibahas dalam pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri ASEAN baru-baru ini. Kelanjutan upaya perdamaian di Myanmar akan diputuskan di KTT ASEAN.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mendorong Pemerintah Junta untuk menerapkan Konsensus 5 Poin (5PCs). Retno menyayangkan tak adanya kemajuan yang signifikan dari pihak junta militer Myanmar, terkait implementasi Konsensus 5 Poin.
"Kami tak membutuhkan kata-kata, tetapi saat ini kami membutuhkan tindakan untuk mengimplementasikan Konsensus 5 Poin. Jangan sampai isu Myanmar ini mendefinisikan ASEAN. Kita harus memenuhi kehendak rakyat untuk hidup damai, stabil, dan makmur," kata Retno dalam pidato hari lahir ASEAN ke-55 di Jakarta, Senin, 8 Agustus.
5PCs adalah kesepakatan para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN yang dicapai pada April 2021 untuk merespon krisis di Myanmar paska-kudeta militer. Kesepakatan 5PCs itu terdiri dari, dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antara segala pihak, pemberian bantuan kemanusiaan, dan pengiriman delegasi ASEAN ke Myanmar.
Junta mengatakan telah mengambil alih kekuasaan karena kecurangan pemungutan suara dalam pemilu November 2020 yang dimenangkan dengan mudah oleh partai Aung San Suu Kyi. Kelompok pemantau pemilu tidak menemukan bukti kecurangan massal yang dituduhkan itu.
Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing berjanji akan menggelar pemilu pada Agustus 2023. Namun oposisi tidak percaya pemilihan yang direncanakan akan bebas dan adil.
Aung San Suu Kyi dan ribuan warga anti-Junta ditahan dan sebagian diadili secara tertutup. Baru-baru ini, empat aktivis HAM dieksekusi mati dan dunia mengecam Junta Myanmar.
Baca juga: Kepala Bank Sentral Myanmar Dicopot
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.