TEMPO.CO, Jakarta - Penulis novel "The Satanic Verses" (Ayat-ayat Setan), Salman Rushdie, kini menggunakan ventilator untuk bertahan hidup setelah ditikam belasan kali di leher dan perut saat berada di sebuah panggung di sebuah acara di New York pada Jumat.
Pria berusia 75 tahun itu langsung dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani operasi selama beberapa jam.
Agennya, Andrew Wylie, mengatakan penulis menggunakan ventilator sejak Jumat malam. Akibat serangan tersebut, Rushdie mengalami kerusakan hati, saraf terputus di lengan dan kemungkinan besar akan kehilangan salah satu mata.
Polisi mengidentifikasi penyerang adalah Hadi Matar (24) dari Fairview, New Jersey. Dia ditangkap di tempat kejadian dan sedang menunggu dakwaan. Matar lahir satu dekade setelah “The Satanic Verses” diterbitkan.
"Motif serangan itu tidak jelas," kata polisi negara bagian Mayor Eugene Staniszewski.
Baca juga:
Koresponden Associated Press menyaksikan penyerang menghampiri Rushdie di atas panggung saat ia hendak memberikan kuliah umum di Chautauqua Institution. Menurutnya, penyerang meninju atau menikamnya 10 hingga 15 kali. Penulis didorong sampai jatuh ke lantai, dan pria itu ditangkap.
Dr Martin Haskell, seorang dokter yang termasuk di antara mereka yang bergegas untuk membantu. Ia mengatan luka Rushdie serius tetapi dapat dipulihkan. Moderator acara, Henry Reese (73) salah satu pendiri organisasi yang menawarkan residensi kepada penulis yang menghadapi penganiayaan, juga diserang.
Reese menderita cedera wajah dan dirawat dan telah keluar dari rumah sakit. Dia dan Rushdie dijadwalkan membahas Amerika Serikat sebagai tempat perlindungan bagi para penulis dan seniman lain di pengasingan.
Novel Rushdie pada 1988 dipandang sebagai penghujatan oleh banyak Muslim yang melihat karakternya sebagai penghinaan terhadap Nabi Muhammad. Di seluruh dunia Muslim, protes yang sering disertai kekerasan meletus terhadap Rushdie, yang lahir di India dari keluarga Muslim.
Sedikitnya 45 orang tewas dalam kerusuhan terkait buku tersebut, termasuk 12 orang di kota kelahiran Rushdie, Mumbai. Pada 1991, seorang penerjemah Jepang dari buku itu ditikam sampai mati dan seorang penerjemah Italia selamat dari serangan pisau. Pada 1993, penerbit buku Norwegia ditembak tiga kali dan selamat.
Buku itu dilarang di Iran, di mana mendiang pemimpin Ayatollah Agung Ruhollah Khomeini mengeluarkan fatwa 1989, atau dekrit, yang menyerukan kematian Rushdie. Khomeini meninggal pada tahun yang sama.
Pemimpin Tertinggi Iran saat ini Ayatollah Ali Khamenei tidak pernah mengeluarkan fatwanya sendiri untuk mencabut dekrit yang menyeru kematian Salman Rushdie, meskipun Iran dalam beberapa tahun terakhir tidak fokus pada penulisnya.
Baca juga: Pelaku Penusukan Novelis Salman Rushdie Terungkap
SUMBER: REUTERS