TEMPO.CO, Jakarta - Pasangan gay dari Ukraina, Oleksandr Zhuhan dan Antonina Romanova siap bertugas sebagai tentara. Mereka menggunakan lambang unicorn di seragam tentara yang menggambarkan simbol status sebagai pasangan LGBTQ atau lesbian, gay, transgender dan queer.
Anggota komunitas LGBTQ Ukraina yang mendaftar untuk perang telah menjahit gambar unicorn ke tanda pangkat standar tepat di bawah bendera nasional. Praktik ini mengingatkan kembali pada konflik 2014 ketika Rusia menginvasi Ukraina lalu mencaplok Semenanjung Krimea.
Banyak orang sebelumnya meragukan bahwa ada kaum gay yang bergabung sebagai tentara Ukraina. Zhuhan yang berprofesi sebagai aktor, sutradara dan guru drama menjelaskan kepada Reuters. Ia dan pasangannya Romanova mengenakan seragam tentara siap berperang.
"Jadi mereka (komunitas lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer) memilih unicorn karena itu seperti makhluk tidak ada yang fantastis."
Zhuhan dan Romanova, yang mengidentifikasi sebagai orang non-biner pindah ke Kyiv dari Krimea pada 2014. Mereka bertemu saat pertunjukan teater.
Tidak ada yang terlatih dalam penggunaan senjata. Alih-alih bersembunyi di kamar mandi pada awal perang, mereka akhirnya memutuskan harus berbuat lebih banyak.
"Saya hanya ingat bahwa pada titik tertentu menjadi jelas. Kami hanya memiliki tiga pilihan, bersembunyi di tempat perlindungan bom, melarikan diri atau bergabung dengan Pertahanan Teritorial (sukarelawan). Kami memilih opsi ketiga," kata Romanova dilansir dari Reuters, Selasa, 31 Mei 2022.
Bagi Zhuhan dan Romanova, panggilan mereka memberi mereka rasa tanggung jawab tambahan. "Karena apa yang dilakukan Rusia, mereka tidak hanya mengambil wilayah dan membunuh orang-orang. Mereka ingin menghancurkan budaya dan kami tidak bisa membiarkan ini terjadi," kata Zhuhan.
Tugas pertama mereka di sekitar Mykolaiv di Ukraina selatan, sekitar 135 km (80 mil) dari pelabuhan Odesa, yang lalu mengubah hidup mereka. Mereka bertempur di unit yang sama dan awalnya ketakutan. Zhuhan terjangkit pneumonia, namun menurut pasangan itu, rekan-rekan pejuang menerima mereka.
"Tidak ada agresi, tidak ada intimidasi. Itu sedikit tidak biasa bagi yang lain. Tapi, seiring waktu, orang-orang mulai memanggil saya Antonina," kata Romanova.
Ada banyak kejutan saat mereka bergabung dengan unit baru di Kyiv pada tiga bulan kedua. Beberapa dari tim Zhuhan dan Romanova mengetahui pasangan LGBTQ tersebut, tetapi para komandan tidak berada di stasiun.
"Saya sedikit khawatir tentang itu," katanya. "Saya tahu bahwa di beberapa unit, aturannya lebih ketat. Tidak seperti itu di unit (pertama) kami."
Kegelisahan Zhuhan meningkat ketika seorang komandan menjelaskan penolakannya untuk menoleransi homofobia. Seorang perwira yang lebih senior mengatakan satu-satunya hal penting di garis depan adalah menjadi pejuang yang baik.
"Hal yang saya khawatirkan adalah jika saya terbunuh selama perang ini, mereka tidak akan membiarkan Antonina mengubur saya seperti yang saya inginkan," kata Zhuhan.
"Mereka lebih suka membiarkan ibuku menguburku dengan pendeta yang membacakan doa-doa konyol. Tapi aku seorang ateis dan aku tidak menginginkan itu," ujarnya.
Baca: Rusia Angkut Baja dari Mariupol, Ukraina: Penjarahan
REUTERS