TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Urusan dalam Negeri Singapura K. Shanmugam menyarankan warganya untuk berhati-hati dan cerdas dalam menyikapi pengkhotbah asing serta ajaran yang berpotensi memecah belah.
Hal itu diingatkan Shanmugam saat wawancara dengan media pada Senin, 23 Mei 2022, dengan topik umum penolakan Singapura atas kedatangan Pendakwah Indonesia Ustad Abdul Somad (UAS). UAS melancong ke Singapura sepakan lalu, namun dia ditolak masuk ke negara itu.
"Pakailah pertimbangan (akal sehat) Anda sendiri - Anda tahu apa yang membuat Singapura bekerja, Anda tahu apa yang baik untuk diri sendiri dan juga masyarakat," katanya seperti dikutip dari Singapore Law Watch, pada Selasa, 24 Mei 2022.
"Semua orang bebas menjalankan agama mereka di sini (Singapura). Setiap orang bebas untuk percaya pada Tuhan atau tidak percaya pada Tuhan, atau percaya pada tuhan mana pun yang mereka ingin percayai. Tapi kita tidak perlu melewati batas dan menyerang orang lain."
Ustad Abdul Somad ketika diperiksa di Imigrasi Singapura, 16 Mei 2022. (Instagram/ustadzabdulsomad_official)
Sebelumnya melalui akun media sosialnya pada Senin, 16 Mei 2022, UAS mengaku dideportasi dari Singapura. Dia juga mengunggah video saat berada dalam sebuah ruangan seperti penjara imigrasi.
MHA Singapura dalam tiga butir pernyataannya yang dibagikan pada Selasa, 17 Mei 2022, menjelaskan ada empat alasan penolakan UAS. Keempat alasan itu adalah UAS disebut telah menyebarkan ajaran ekstrimis dan segregasionis, mengizinkan bom bunuh diri, merendahkan agama lain, dan menyebut non-muslim sebagai kafir.
UAS dalam sebuah wawancara media pada Rabu, 18 Mei 2022, mengatakan tuduhan yang dialamatkan padanya adalah persoalan lama yang keliru dan dia sudah menjelaskannya berulang kali di YouTube. Dia juga mengaku pernah ditolak di Timor Leste tetapi itu saat dulu sebelum Pemilihan Presiden 2019.
Menurut Shanmugam, Singapura akan melanjutkan pendekatan tanpa toleransi terhadap segala bentuk ujaran kebencian dan ideologi. Singapura juga akan memperlakukan semua agama dengan setara.
"Seperti yang saya katakan, saya tidak meminta maaf untuk ini (UAS ditolak masuk Singapura)," katanya.
Bukan pertama kali ini Singapura menolak masuknya seorang pengkhutbah ke negara itu. Sebelumnya pada 2017 lalu, ada dua WNA pengkhotbah agama Kristen yang dilarang berkhotbah di Singapura. Alasannya, mereka telah membuat komentar yang dianggap menghina agama lain. Saat itu, di antara mereka ada yang menyebut Allah sebagai "dewa palsu" dan menggambarkan umat Buddha sebagai "orang Tohuw".
Di antara dua pengkhutbah itu, juga ada yang menyinggung kejahatan Islam dan mengatakan bahwa Islam itu, bukan agama damai.
Selanjutnya pada 2018, Pemerintah Singapura juga melarang seorang pengkhotbah agam Kristen asal Amerika Lou Engle untuk berkhotbah di Singapura. Dia dianggap telah membuat komentar menghina tentang Islam.
Beberapa minggu yang lalu, Singapura juga melarang film dokumenter 'The The Kashmir Files', karena dianggap menggambarkan Muslim yang provokatif. Banyak orang di India mengkritik Singapura karena melarang film ini, tetapi tidak ada dari pihak pemerintah yang meminta maaf.
Mantan Dosen Politeknik Ngee Ann setempat, Tan Boon Lee, pada Minggu lalu juga dituduh membuat pernyataan rasis terhadap pasangan antar-ras. Singapura pun meminta pertanggung jawabannya.
"Kami tidak akan memberikan kesempatan kepada orang seperti Somad untuk membangun pengikut lokal atau terlibat dalam aktivitas yang mengancam keamanan dan keharmonisan komunal kami," kata Shanmugam.
Sejak UAS ditolak masuk ke Singapura pada Senin pekan lalu, Shanmugam menyebut, beberapa pengikutnya secara terbuka mengancam di media sosial akan menyerang Singapura secara fisik. Salah satunya, menyerukan agar hal itu dilakukan dengan cara yang mirip dengan serangan 9/11 atau 11 September di New York pada 2001. Ada pula komentar lain, yang menyerukan agar Singapura dibom.
Keterangan Pers MHA Singapore | Singapore Today | Singapore Law Watch
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.