TEMPO.CO, Jakarta -Komisi Perdagangan Amerika Serikat (FTC) sedang meninjau pengambilalihan Twitter oleh Bos Tesla, Elon Musk senilai US$ 44 miliar atau sekitar Rp635 triliun.
Sumber Bloomberg, dikutip Reuters, Jumat 6 Mei 2022, mengatakan, FTC akan memutuskan pada bulan depan apakah pihaknya akan melakukan penyelidikan antimonopoli yang mendalam dari transaksi itu.
Penyelidikan itu berpotensi menunda penutupan kesepakatan selama berbulan-bulan. FTC menolak berkomentar, sementara Musk tidak bisa dihubungi untuk dimintai tanggapan.
Pakar antimonopoli mengatakan, kemungkinan kecil agensi akan menemukan bukti bahwa pembelian Twitter oleh Musk ilegal berdasarkan undang-undang antimonopoli.
FTC sudah menyelidiki pembelian awal Musk atas 9 persen saham di Twitter. Penyelidikan tersebut mempertanyakan persyaratan pelaporan antimonopoli ketika dia mengakuisisi saham tersebut pada awal April.
Salah satu kritik terhadap kesepakatan itu muncul dari Open Markets Institute.
Organisasi non-profit yang berbasis di Washington D.C. itu, berpendapat, kesepakatan harus dihentikan untuk menghindari orang yang berkuasa seperti Musk memiliki kontrol penuh pada Twitter, platform penting bagi komunikasi dan debat publik.
Kesepakatan Musk untuk mengakuisisi Twitter itu sendiri mendapat dukungan dari Partai Republik. Kaum konservatif AS berharap, beberapa tokohnya yang dilarang dari situs tersebut, seperti mantan Presiden Donald Trump, akan diizinkan untuk kembali.
Adapun sejauh ini Musk secara terbuka belum menyinggung akan mengizinkan mantan pengguna yang telah dilarang seperti Trump, untuk kembali. Walau begitu, Musk telah membagikan cuitan soal kebebasan berbicara.
Baca juga: Gandeng Investor Kakap Termasuk Pangeran Saudi, Musk Melenggang Masuk Twitter?
Sumber: Reuters