TEMPO.CO, Jakarta -Infeksi COVID-19 di Asia melewati 100 juta kasus pada Rabu 30 Maret 2022, menurut penghitungan Reuters. Hal ini ketika wilayah tersebut mencatat lonjakan kasus yang didominasi oleh sub-varian BA.2 Omicron.
Asia melaporkan lebih dari 1 juta kasus COVID-19 baru setiap dua hari, menurut analisis Reuters. Dengan lebih dari setengah populasi dunia, Asia menyumbang 21 persen dari seluruh kasus COVID-19 yang dilaporkan secara global.
Sub-varian Omicron BA.2 yang sangat menular tetapi kurang mematikan telah mendorong kasus COVID-19 tersebut ke level tertinggi dalam beberapa pekan terakhir di negara-negara seperti Korea Selatan, Cina, dan Vietnam. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut BA.2 sekarang mewakili hampir 86 persen dari kasus terakhir.
Vaksin dianggap kurang efektif terhadap subvarian BA.2 dibandingkan pendahulunya. Penelitian telah menunjukkan Omicron dapat menginfeksi kembali orang yang sebelumnya didiagnosis dengan varian virus corona yang berbeda.
Korea Selatan memimpin dunia dalam jumlah rata-rata harian kasus baru yang dilaporkan, terhitung satu dari setiap empat infeksi yang dilaporkan secara global setiap hari, sesuai analisis Reuters.
Meski jumlah kasus telah mendatar sejak awal Maret, negara itu masih melaporkan rata-rata lebih dari 300 kematian setiap hari. Pihak berwenang pun memerintahkan krematorium nasional untuk beroperasi lebih lama.
Sedangkan China tengah berusaha menjinakkan wabah terburuknya sejak pandemi dimulai pada 2020. Peningkatan kasus COVID-19 di Shanghai, yang dipicu oleh substrain BA.2, telah mendorong pusat keuangan tersebut untuk dilockdown atau dikunci.
Kota itu melakukan penguncian dua tahap dari 26 juta penduduknya sejak Senin, membatasi pergerakan melalui jembatan dan jalan raya untuk menahan penyebaran.
China telah melaporkan lebih dari 45 ribu kasus baru sejak awal tahun ini, angka yang lebih tinggi daripada yang dilaporkan pada 2021. Meskipun China telah memvaksin 90 persen populasinya, tidak cukup banyak orang tua yang menerima vaksin booster, sehingga membuat mereka rentan terhadap infeksi ulang.
Meskipun China berpegang teguh pada rencananya untuk mengehntikan wabah, para ahli di luar negeri tetap skeptis tentang kemanjuran penguncian dalam menghadapi varian Omicron yang sangat menular.