TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengatakan, beberapa formulasi perjanjian dengan Ukraina hampir disepakati, setelah kedua pihak melakukan perundingan damai secara virtual pada Selasa. Rusia, menurut Lavrov, tengah menimbang secara mendalam status netral untuk Kyiv.
"Status netral sekarang sedang dibahas secara serius, tentu saja, dengan jaminan keamanan. Sekarang hal ini sedang dibahas dalam negosiasi, ada formulasi yang benar-benar spesifik, yang menurut saya mendekati kesepakatan," kata Lavrov kepada RBC News, Rabu, 16 Maret 2022.
Lavrov mengatakan bahwa Presiden Vladimir Putin pada Februari lalu juga telah berbicara tentang netralitas. Selain, itu Putin juga menyampaikan syarat lainnya, yakni jaminan keamanan untuk Ukraina tanpa perluasan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Lavrov memperingatkan bahwa negosiasi itu tidak mudah tetapi ada beberapa harapan untuk mencapai kompromi. Selain netralitas, Lavrov menyebut, isu-isu kunci termasuk keamanan orang-orang di Donbas, demiliterisasi, dan hak-hak orang berbahasa Rusia di Ukraina jadi pembahasan dalam negosiasi ini.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada hari Rabu juga mengatakan, negosiasi damai antara Rusia dan Ukraina semakin realistis, walaupun kedua negara masih membutuhkan waktu untuk berdialog.
"Kita masih harus berusaha. Kita masih harus sabar. Setiap perang berakhir dengan sebuah kesepakatan," ujar Zelensky, dilansir dari Evening Standard.
Sebelum perundingan Selasa, Rusia dan Ukraina sejauh ini sudah empat kali berdialog. Rabu hari ini kedua belah pihak juga dijadwalkan untuk membahas kesepakatan damai lagi.
Rusia menginvasi Ukraina sejak Kamis, 24 Februari 2022. Konflik di lapangan terus memburuk dan belum ada solusi yang dicapai atas krisis ini.
Setelah kota seperti Kharkiv dan Mariupol digempur hebat pasukan Rusia, Pemerintahan Ukraina mengatakan, Kyiv memasuki situasi sulit dan berbahaya pada Selasa. Pengumuman itu menyusul penembakan dahsyat Rusia di ibu kota kyiv Selasa pagi, yang menewaskan sedikitnya dua warga sipil.
Ukraina adalah negara bekas pecahan Uni Soviet, yang ingin menjadi anggota NATO dan Uni Eropa. Tindakan Ukraina itu, dipandang Moskow bisa mengancam keamanan dan pengaruh Rusia di kawasan.
Reuters | Evening Standard