“Proses ICJ meletakkan dasar untuk akuntabilitas di Myanmar – tidak hanya untuk Rohingya, tetapi untuk semua orang lain yang telah menderita di tangan militer.”
Situasi menjadi pelik setelah junta militer menjungkalkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi. Pada Desember 2019, Suu Kyi memimpin delegasi Myanmar ke Den Haag dalam pembelaan diri.
Kini, perwakilan Myanmar dalam sidang menjadi polemik antara junta dan politikus sipil. Pemimpin militer Myanmar mengatakan perwakilan mereka akan mengajukan keberatan awal di pengadilan.
Namun, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), yang mencakup legislator terpilih yang diberhentikan oleh militer, mengumumkan pekan lalu bahwa pihaknya mencabut keberatan dan ingin ICJ melanjutkan kasus tersebut.
Dikatakan Duta Besar PBB Kyaw Moe Tun, yang ditunjuk oleh pemerintah Aung San Suu Kyi dan tetap menjabat, adalah "satu-satunya orang yang berwenang untuk terlibat dengan Pengadilan atas nama Myanmar".
Rohingya dan kelompok hak asasi mengatakan meskipun masalah perwakilan, kasus ini semakin mendesak karena tindakan keras terhadap gerakan anti-kudeta sejak 1 Februari 2021.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), yang telah melacak perkembangan, mengatakan lebih dari 1.560 orang telah tewas sejak para jenderal merebut kekuasaan, dan kekerasan itu juga meningkat di daerah-daerah etnis minoritas.
Diperkirakan 600 ribu warga Rohingya yang tetap berada di Negara Bagian Rakhine barat juga terus hidup di bawah pembatasan ketat terhadap pergerakan mereka dan meningkatnya intimidasi militer.
Baca juga: Kamp Pengungsi Etnis Rohingya di Cox Bazaar Kebakaran
SUMBER: ALJAZEERA
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.