Pencarian untuk barang-barang Xinjiang yang populer seperti kismis tidak bisa didapat di aplikasi toko Sam's Club Cina, begitu juga produk dari tempat lain, seperti teh Fujian.
Perwakilan layanan pelanggan Sam's Club menjelaskan bahwa produk tersebut tidak dihapus melainkan kehabisan stok.
CCDI menyebut itu "alasan menipu diri sendiri" dan mengatakan jaringan toko itu itu harus menghormati posisi Cina di Xinjiang jika ingin "berdiri teguh di pasar Cina".
Bukan hal yang aneh jika merek asing menjadi sasaran pengguna media sosial atau media resmi pemerintah Cina, dan dampaknya bisa merusak.
Awal pekan ini, tagar di Weibo "pembatalan kartu Sam's Club" menjadi viral, dengan lebih dari 470 juta hit. Pada Jumat, surat kabar China Daily yang dikelola pemerintah melaporkan bahwa saingan domestik telah mengorganisir kampanye untuk mempromosikan barang-barang dari Xinjiang.
Pada bulan Juli, pengecer mode Swedia H&M melaporkan penurunan penjualan 23 persen di Cina untuk kuartal Maret-Mei setelah terkena boikot konsumen pada bulan Maret karena menyatakan secara terbuka bahwa mereka tidak membeli produk dari Xinjiang.
Bulan ini, pembuat chip AS Intel menghadapi panggilan serupa setelah memberi tahu pemasoknya untuk tidak mengambil produk atau tenaga kerja dari Xinjiang, mendorongnya untuk meminta maaf atas "masalah yang ditimbulkan kepada pelanggan, mitra, dan publik Cina yang kami hormati".
Pada hari Jumat, CCDI menuduh H&M, Intel, dan Sam's Club bekerja sama dengan "pasukan anti-Cina barat" untuk mengacaukan Xinjiang dengan menekan dan memboikot produk dari wilayah tersebut. "Perusahaan-perusahaan Barat ini, yang pernah menyombongkan diri bahwa mereka bebas dari campur tangan politik, telah menampar muka mereka sendiri dengan tindakan mereka sendiri."
REUTERS