TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pria berusia 42 tahun di Singapura dipenjara tiga minggu gara-gara menampar wajah ayahnya beberapa kali dan memukulnya dengan handuk, sehingga meninggalkan memar yang kemudian terlihat oleh kakak perempuannya.
Mohammed Ariffin Tajuddin dijatuhi hukuman penjara tiga minggu pada Selasa, 28 Desember 2021, karena menyebabkan luka pada korban yang rentan, demikian dilaporkan Channel News Asia.
Tuduhan kedua melanggar perintah perlindungan pribadi, yang dikeluarkan oleh hakim Pengadilan Keadilan Keluarga Januari ini, dipertimbangkan.
Ariffin tinggal bersama ayahnya yang berusia 75 tahun di sebuah flat di Bukit Panjang. Pada 10 November 2021. Pangkal masalah adalah Ariffin tidak senang ayahnya menggunakan toilet.
Ariffin menampar wajah ayahnya beberapa kali, sebelum menggunakan handuk yang ada di tempat tidur untuk memukul wajah ayahnya. Korban merasakan sakit di bagian hidung dan matanya.
Lima hari kemudian, saudara perempuan Ariffin mengunjungi korban dan melihat memar di wajahnya. Ariffin mengaku menyerang ayah mereka, sehingga kakak perempuannya mengajukan laporan polisi pada hari yang sama.
Karena korban dianggap sebagai orang yang rentan, sebagai individu lanjut usia yang secara substansial tidak dapat melindungi dirinya dari pelecehan, Ariffin bertanggung jawab atas hukuman yang ditingkatkan hingga dua kali lipat dari hukuman aslinya.
Jaksa mengatakan dia meminta hukuman penjara pendek, tetapi tidak keberatan Ariffin dibebaskan pada hari Selasa karena dia telah ditahan sejak 17 November.
Hakim menyuruhnya untuk tidak memukul ayahnya lagi, dan mencari pengobatan jika perlu untuk mencegah hal ini terjadi lagi. Ariffin tidak mengatakan apa-apa dan hanya mengakui apa yang dia lakukan.
Kekerasan terhadap Ortu Meningkat
Dalam tiga tahun terakhir di Singapura, sekitar 240 perintah perlindungan pribadi setahun diajukan oleh orang tua terhadap anak-anak mereka, yang terdiri dari sekitar 8 persen dari semua perintah.
Ini naik dari sekitar 160 perintah setiap tahun dalam tiga tahun sebelumnya, atau sekitar 6 persen dari semua pesanan, demikian dilaporkan laman Asiaone.com.
Perintah perlindungan pribadi adalah perintah pengadilan untuk menahan seseorang dari menyalahgunakan anggota keluarganya, dan pelaku dapat didenda atau dipenjara jika dia melanggar perintah dan berubah menjadi kekerasan lagi.
Pekerja sosial mengaitkan peningkatan perintah terhadap anak-anak yang melakukan kekerasan tidak menggambarkan kondisi sebenarnya. Diduga, jumlah yang dilaporkan seperti fenomena puncak gunung es.
Banyak orang tua masih enggan untuk melaporkan pelecehan karena malu, ketidaktahuan akan bantuan yang tersedia, takut bahwa anak mereka akan dipenjara dan juga karena bergantung pada anak mereka untuk dukungan keuangan dan lainnya.
Banyak orangtua juga merasa bahwa mereka telah gagal membesarkan anak dengan baik dan pola asuh mereka yang buruk menyebabkan pelecehan, sehingga mereka bungkam tentang kekerasan tersebut, kata pekerja sosial.
Orang tua ini, banyak yang berusia 60-an hingga 80-an, menderita dalam diam selama bertahun-tahun.