TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara ASEAN meminta Myanmar menerima dan melaksanakan Konsensus Lima Poin dengan tulus demi terciptanya perdamaian di negara tersebut.
“ASEAN merupakan satu keluarga. Apa yang kami lakukan terhadap Myanmar itu tidak lebih layaknya keluarga yang menolong salah satu anggotanya,” kata Utusan Tetap Indonesia untuk ASEAN Ade Padmo Sarwono dalam webinar “Myanmar Crisis and the Future of ASEAN” di Jakarta, Selasa, 9 November 2021.
Menurut Ade, ASEAN tidak melihat adanya kemajuan signifikan dari pelaksanaan konsensus tersebut.
“Sangat sulit jika seseorang ingin mengulurkan tangannya, tetapi orang yang dibantu tidak dengan ikhlas menerima. Artinya, sulit juga untuk memecahkan persoalan ini,” katanya.
Myanmar dianggap tidak berkomitmen untuk menciptakan perdamaian di negaranya dan ASEAN tidak menerima respon yang baik dari negara itu terkait pelaksanaan Konsensus Lima Poin.
“Kami tidak berupaya untuk mengasingkan Myanmar, Myanmar-lah yang mengasingkan dirinya sendiri,” katanya.
Kendati demikian, Ade menyatakan bahwa ASEAN sudah memiliki banyak pengalaman untuk menangani isu seperti itu, sehingga saat ini telah diputuskan untuk masih membuka kesempatan kepada Myanmar untuk membuka dialog.
“Kami mungkin terlihat lamban, tetapi ini proses yang harus dijalani melalui pendekatan yang bertahap dan kami meminta Myanmar untuk terbuka terhadap upaya-upaya ASEAN,” katanya.
Terlepas dari ketidakhadiran Myanmar dalam KTT ASEAN pada dua minggu lalu, ASEAN tetap berpegang teguh terhadap nilai-nilai keterpaduan sesuai dengan ASEAN Charter.
“Kami siap untuk menggandeng Myanmar, juga untuk menjalin komunikasi dengan otoritas di sana. ASEAN masih membuka peluang dan siap saat Myanmar siap,” katanya.
Saat ini, ASEAN tengah memberikan Myanmar ruang dan waktu untuk menangani masalah internal di negaranya.
“Jadi, dialog nanti harus dijalin secara tulus, bukan hanya demi menunjukkan komitmen, melainkan juga mengimplementasikannya secara konkret,” ujarnya.
Junta Myanmar mengkudeta pemerintahan demokratis pada Februari 2021. Saat ini, penguasa militer menghadapi perlawanan rakyat.