TEMPO.CO, Jakarta - Inggris menghadapi masa genting terkait dengan persiapan penanganan pandemi Covid-19 di musim dingin yang segera datang.
Saat ini saja, angka kasus harian Covid-19 mencapai 40 ribu. Rumah sakit sudah mulai kewalahan. "Kami seperti mati berdiri secara fisik dan mental," kata perawat sebuah rumah sakit di Inggris, Dave Carr, seperti dikutip Reuters, Kamis, 4 November 2021.
"Saya tidak tahu bagaimana keluar dari kekacauan ini. Saya tidak bisa pergi karena rasa bersalah meninggalkan rekan-rekan saya."
Perdana Menteri Boris Johnson telah mencabut pembatasan pandemi Inggris pada Juli lalu dengan keyakinan Layanan Kesehatan Nasional akan dapat mengatasi tekanan setelah kampanye vaksinasi yang berhasil.
Beberapa garda depan kesehatan, ahli virologi, dan pemodel pandemi tidak seyakin Johnson.
Meskipun rawat inap pasien Covid-19 jauh lebih rendah dari tahun lalu, para ahli mengatakan tekanan akan diperparah oleh virus di musim dingin yang sebelumnya dihentikan oleh penguncian, serta kekebalan vaksin yang mulai memudar.
Sementara kasus baru Inggris telah bertahan di atas 30.000 sehari sejak awal September, vaksin menurunkan angka kematian akibat Covid-19 sampai 90% dibandingkan dengan Januari.
Namun menghadapi musim dingin ini, PM Johnson mungkin harus menerapkan "Rencana B"-nya yakni dengan mewajibkan pemakaian masker, sertifikat vaksinasi dan kembali menerapkan bekerja dari rumah.
Pembatasan yang bisa merusak secara ekonomi tidak mustahil, kata para ilmuwan.
Pemerintah mengatakan fokusnya adalah pada pemberian booster vaksin dan menginokulasi anak berusia 12 hingga 15 tahun. Dikatakan data belum menunjukkan Rencana B diperlukan, meskipun kontingensi sudah siap.
Stephen Griffin, seorang ahli virologi di University of Leeds, memperkirakan bahwa NHS yang didanai negara akan "kewalahan lagi".
"Meskipun Covid tidak membuat ICU kewalahan seperti di masa lalu, masih sekitar sepertiga pasien memerlukannya dan akan terus meningkat," katanya kepada Reuters. "Saya tidak tahu bagaimana mereka mengharapkan staf NHS untuk mengatasinya, secara mental dan fisik."
Langkah terbaru pemerintah Inggris untuk mengatasi melonjaknya kasus harian baru adalah dengan mengeluarkan izin penggunaan Molnupiravir sebagai obat Covid-19 dengan gejala ringan sampai sedang, Kamis, 4 November 2021.
Perdana Menteri Italia Mario Draghi mengatakan bulan lalu bahwa Inggris keliru telah membuka lockdown pada 19 Juli. Menurut dia, dunia tidak dapat keluar dari krisis "dalam sekejap".
"Inggris Raya, yang merupakan salah satu negara yang melakukan kampanye vaksinasi Covid-19 dengan sangat cepat, mengabaikan semua kewaspadaan, sekarang menghadapi sekitar 50.000 infeksi harian dan 200 kematian kemarin," katanya kepada anggota parlemen.