Ilustrasi Facebook. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration/File Photo
Laporan teranyar dari Center for Countering Digital Hate (CCDH), yang juga disorot oleh Gedung Putih, menunjukkan 12 akun antivaksin menyebarkan hampir dua pertiga misinformasi antivaksin secara online. Enam di antaranya masih aktif mengunggah di Youtube.
Pertarungan melawan misinformasi vaksin telah menjadi prioritas utama bagi pemerintahan Biden saat kecepatan vaksinasi di negara Abang Sam itu melambat. Kendati ada risiko varian delta, orang-orang di banyak negara bagian menolak divaksinasi.
Permintaan kepada Facebook dan Youtube disampaikan setelah Gedung Putih menghubungi Facebook, Twitter, dan Google pada Februari lalu agar menekan misinformasi tentang Covid-19. Ketika itu, seorang pejabat menyatakan pemerintah meminta bantuan platform menghentikan misinformasi agar tidak viral.
"Facebook seperti gorila seberat 800 pound di ruangan ketika kita bicara tentang misinformasi vaksin. Namun Google harus menjawab banyak hal dan entah bagaimana berhasil lolos, karena orang lupa mereka punya Youtube," kata pendiri dan Kepala Eksekutif CCDH Imran Ahmed.
Juru bicara Youtube Elena Hernandez mengatakan, sejak Maret 2020 perusahaannya telah menghapus lebih dari 900.000 video yang memuat misinformasi membatasi kanal-kanal dari orang yang teridentifikasi dalam laporan CCDH. Dia menyebut, kebijakan perusahaan berbasis pada konten video, bukan siapa yang berbicara.
"Jika masih ada kanal yang tersisa yang disebutkan dalam laporan melanggar kebijakan kami, kami akan mengambil tindakan, termasuk penghentian secara permanen," kata Hernandez. Pada Senin lalu, Youtube juga menyatakan akan menambahkan informasi kesehatan yang lebih kredibel untuk pemirsa.