TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Inggris pada Rabu, 21 April 2021, menyerukan agar London mengambil langkah nyata untuk mengakhiri apa yang anggota parlemen gambarkan sebagai genosida di wilayah Xinjiang, Cina.
Seruan dari parlemen Inggris itu menambah tekanan pada para menteri untuk mengambil tindakan terhadap Beijing. Akan tetapi, Pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson menolak dugaan genosida dan lebih memilih menyebut sebagai pelanggaran HAM skala besar terhadap etnis Uighur di Xinjiang.
Beberapa menteri di Inggris menyebut keputusan apapun terkait genosida (pembantaian), harus diputuskan oleh pengadilan. Sejauh ini, pemerintah Inggris telah menjatuhkan beberapa sanksi kepada pejabat tinggi Cina dan menarapkan aturan untuk mencegah masuknya barang-barang dari Xinjingan ke dalam rantai pasokan. Akan tetapi, sebagian besar anggota parlemen Inggris ingin menteri-menteri mengambil tindakan lebih jauh.
Nusrat Ghani, anggota parlemen Inggris mengatakan etnis Uighur di Xinjiang menderita karena sejumlah kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida. Dia pun menyerukan kepada Pemerintah Inggris agar menggunakan hukum internasional untuk menghentikan hal tersebut.
Kantor Kedutaan Besar Cina di Inggris mengutuk seruan parlemen Inggris itu. Kedutaan Besar Cina meminta Inggris agar menghormati kepentingan utama Cina dan segera memperbaiki langkah yang keliru itu.
“Tuduhan yang tidak beralasan oleh segelintir anggota parlemen Inggris kalau ada genosida di Xinjiang. Itu adalah kebohongan paling tidak masuk akal abad ini, penghinaan dan penghinaan yang keterlaluan pada masyarakat Cina. Ada norma-norma dasar dalam mengatur hubungan internasional,” demikian keterangan Kedutaan Besar Cina di Inggris, Jumat, 23 April 2021.
Menteri hubungan Inggris dengan Asia, Nigel Adams, kembali menekankan apapun pelanggaran HAM di Xinjiang, yang digambarkan sebagai genoside, harus diputuskan secara kompeten oleh pengadilan.
Baca juga: Dukung Uighur, Inggris Ingin Ubah Nama Jalan di Dekat Kedubes Cina
Sumber: Reuters