TEMPO.CO, Jakarta - Ajudan Presiden Rodrigo Duterte pada Senin mengatakan ratusan kapal Cina yang menerobos wilayah Laut Cina Selatan bisa menyebabkan "permusuhan yang tidak diinginkan" antara Filipina dan Cina.
"Kehadiran kapal di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina adalah noda yang tidak diinginkan dalam hubungan dan dapat memicu permusuhan yang tidak diinginkan oleh kedua negara," kata Salvador Panelo, penasihat hukum kepresidenan Filipina, dikutip dari Reuters, 5 April 2021.
"Kami dapat bernegosiasi tentang masalah yang menjadi perhatian dan keuntungan bersama, tetapi jangan salah tentang itu - kedaulatan kami tidak dapat dinegosiasikan," kata Panelo.
Meskipun diplomat Filipina dan jenderalnya telah mengkritik keras Cina akhir-akhir ini, pernyataan Panelo adalah yang paling keras yang dilontarkan kantor kepresidenan Duterte, yang telah menunjukkan keengganan untuk menghadapi Cina sejak dia menjadi presiden.
Penolakannya untuk menekan Cina agar mematuhi putusan arbitrase 2016, yang menguntungkan Manila dalam kasus yang diajukan oleh pemerintahan sebelumnya, telah membuat frustrasi kaum nasionalis, yang mengatakan Duterte tergoda oleh janji-janji pinjaman dan investasi Cina, namun nyatanya hanya sedikit yang terwujud.
Baca Juga:
Duterte sebelumnya mengatakan menantang Cina berisiko memulai perang.
Senator oposisi Risa Hontiveros menuntut orang Cina yang "keras kepala" segera meninggalkan Filipina ZEE. "Kami menghadapi pandemi dan kemudian Cina menyebabkan masalah," katanya, Senin.
Anggota parlemen Surigao del Norte, Robert Ace Barbers, mendesak Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengadakan pembicaraan di tengah "invasi" kapal Cina di Laut Filipina Barat, Inquirer.net melaporkan.
Akhir pekan lalu, Lorenzana mengatakan kehadiran terus menerus milisi maritim Cina di Julian Felipe Reef mengungkapkan niat mereka untuk menduduki lebih lanjut fitur-fitur di Laut Filipina Barat.
"Pengabaian hukum internasional oleh Kedutaan Besar Cina di Manila terutama UNCLOS (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) di mana Cina adalah salah satu pihaknya, sangat mengerikan," kata Lorenzana.
"Klaim nine-dash line (sembilan garis putus-putus) tanpa dasar fakta atau hukum. Ini, bersama dengan apa yang disebut klaim historisnya, ditolak mentah-mentah oleh majelis arbitrase," tegas Lorenzana.
Laut China Selatan dan dan Sembilan Garis Putus-putus
Filipina bulan lalu mengajukan protes diplomatik tentang kehadiran 220 kapal Cina yang mengancam dan diyakini diawaki oleh milisi di Whitsun Reef. Protes Filipina didukung oleh Amerika Serikat.
Kapal-kapal tersebut telah menyebar ke daerah lain di ZEE Filipina.
Brunei, Malaysia, Taiwan, Cina, dan Vietnam juga memiliki klaim serupa untuk pulau di Laut Cina Selatan.
Baca juga: Kapal Cina Masuk Wilayahnya, Filipina Kontak AS
Panelo mengatakan Filipina tidak akan dibutakan oleh gerakan kemanusiaan Cina di tengah pelanggaran hukum internasional dan hak kedaulatannya, merujuk pada vaksin Covid-19 yang disumbangkan oleh Cina.
Kedutaan besar Cina di Manila tidak segera menanggapi permintaan komentar. Cina mengatakan kapal-kapal di Laut Cina Selatan itu berlindung dari laut yang ganas dan tidak ada milisi di atasnya.