TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Amerika berpotensi mengikuti langkah negara-negara tetangganya di Eropa untuk melarang pendatang dari Inggris masuk. Hal tersebut berkaitan dengan munculnya varian baru COVID-19 di Inggris yang diklaim lebih cepat menyebar dan dalang dari naiknya jumlah kasus di sana.
Asisten Menteri Kesehatan Brett Giroir, dikutip dari kantor berita Reuters, mengatakan bahwa pembahasan soal pelarangan itu ada. Namun, untuk saat ini, belum akan ada keputusan terkait status pendatang dari Inggris.
"Segalanya mungkin terjadi. Kami hanya perlu menampilkan segala datanya di meja dan kemudian menggelar pembahasan secara ilmiah untuk bisa memberikan rekomendasi terbaik," ujar Girori, Senin, 21 Desember 2020.
Giroir melanjutkan bahwa pihaknya juga belum mendeteksi kemungkinan varian baru COVID-19 sudah masuk ke Amerika. Namun, ia tidak menutup kemungkinan bahwa varian baru COVID-19 tersebut sudah ada di antara warga negeri Paman Sam.
"Varian baru COVID-19 itu terdeteksi di bulan September. Sepanjang periode itu sudah ada perjalanan pulang pergi. Secara umum, tes yang kami lakukan untuk mendeteksi virus tidak akan menangkap varian baru ini. Bisa saja virusnya sudah berada di Amerika dan kami belum mendeteksinya saja," ujar Giroir menegaskan.
Per berita ini ditulis, Amerika tercatat memiliki 18,2 juta kasus dan 324 ribu kematian akibat COVID-19. Untuk menekannya, Amerika sudah menggelar vaksinasi COVID-19 per pekan kemarin usai mengesahkan vaksin dari Pfizer dan BioNTech. Dalam waktu dekat, Amerika juga akan mulai memakai vaksin dari Moderna.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah negara di Eropa, Asia, Amerika Selatan, dan Timur Tengah sudah menutup pintu mereka untuk pendatang dari Inggris. Ada yang melarang akses selama 1-3 hari saja, ada juga yang melarang sampai bulan Januari. Semua itu untuk memastikan virus baru tidak masuk di saat pandemi berpotensi memburuk akibat musim dingin.
Eropa adalah blok dengan negara terbanyak melarang pendatang dari Inggris masuk. Hampir semua negara besar di sana tidak mau mengambil resiko. Beberapa di antaranya adalah Jerman, Austria, Prancis, Italia, Polandia, dan masih banyak lagi. Mereka tidak mau mengambil resiko karena COVID-19 biasa saja sudah memakain 470 ribu korban jiwa di Eropa.
ISTMAN MP | REUTERS