TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Israel pada Rabu membebaskan pemuda Yahudi yang dituduh melakukan pembakaran masjid di Yerusalem bulan lalu.
Hakim di Pengadilan Petah Tikva memerintahkan pemuda berusia 20 tahun dari permukiman kota Ariel di Tepi Barat utara ditempatkan di bawah tahanan rumah sampai sidang banding diadakan pada hari Kamis, menurut The Times of Israel, 13 Februari 2020. Setelah itu pembatasan pembebasannya akan dicabut jika banding ditolak.
Polisi menangkap tersangka, yang tidak diungkap identitasnya, sepuluh hari yang lalu. Selama waktu itu ia dilarang bertemu dengan seorang pengacara, sebuah taktik yang kadang-kadang digunakan oleh penegak hukum sambil memeriksa apa yang dikatakannya adalah kasus keamanan yang mendesak.
Ratusan orang Yahudi melakukan kunjungan solidaritas ke sebuah masjid di Sharafat yang dibakar dalam kejahatan rasial pada tanggal 25 Januari 2020. [Tag Meir/Times of Israel]
Pengacara terdakwa dari organisasi bantuan hukum Honenu, yang secara teratur mewakili tersangka teroris Yahudi, mengatakan keputusan pengadilan pada hari Rabu merupakan pukulan terhadap Shin Bet dan penegakan hukum Israel.
"Kasus kacau lain muncul setelah seorang lelaki tak bersalah dilarang bertemu seorang pengacara meskipun tidak ada bukti yang memberatkannya," kata Adi Keidar.
Tersangka diduga terlibat dalam membakar sebuah masjid di distrik Sharafat, Yerusalem Timur pada 24 Januari. Layanan pemadam kebakaran dikirim ke masjid Yerusalem Timur dan berhasil memadamkan api sebelum kerusakan parah.
Polisi membuka penyelidikan atas serangan itu dan mendistribusikan foto-foto dari tempat kejadian, menunjukkan bahwa para vandal telah mencoret tembok dengan bahasa Ibrani "Hancurkan (milik) orang Yahudi? Kumi Ori menghancurkan (milik) musuh!" sebelum melarikan diri.
Kumi Ori adalah lingkungan pos terdepan dari permukiman Yitzhar di Tepi Barat utara di mana pasukan keamanan menghancurkan sepasang rumah yang dibangun secara ilegal awal bulan ini.
Sehari setelah insiden pembakaran, sekitar 200 warga Yahudi Israel melakukan kunjungan solidaritas ke masjid dan menyumbangkan dana untuk memperbaiki kerusakan.
Vandalisme anti-Arab oleh para ekstremis Yahudi menjadi peristiwa umum di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
"Orang-orang Yahudi bangkitlah dan berhenti berbaur!" bunyi grafiti pada sebuah bangunan di Jish dalam kejahatan rasial pada 11 Februari 2020. [Twitter/Times of Israel]
Insiden vandalisme terhadap Palestina dan pasukan keamanan Israel di Tepi Barat dan Israel biasanya disebut sebagai serangan "label harga", dengan pelaku mengklaim mereka sebagai pembalasan atas kekerasan Palestina atau kebijakan pemerintah yang dianggap bermusuhan dengan gerakan pemukim.
Pada Selasa, polisi membuka penyelidikan atas kejahatan rasial di Kota Jish, di mana sekitar 170 ban kendaraan disobek dan grafiti bahasa Ibrani yang mengecam toleransi agama dicoret di tembok.
Penangkapan para pelaku serangan label harga sangat jarang dan kelompok-kelompok hak asasi manusia menyesalkan sebagian besar kasus hukum dicabut.
Pada hari Senin, Menteri Pertahanan Naftali Bennett menandatangani perintah penahanan administratif yang jarang terhadap tersangka teroris Yahudi lainnya yang dituduh melemparkan batu ke kendaraan yang melaju, menyerang dan melukai pengemudi Palestina. Tetapi kurang dari sehari setelah menandatangani perintah, Menhan Bennett membalikan keputusannya dan memerintahkan pemuda Yahudi berusia 19 tahun itu dibebaskan dengan syarat.
Bulan lalu, Kantor Kejaksaan Distrik Yerusalem mengajukan dakwaan terhadap seorang aktivis sayap kanan Yahudi, menuduhnya berusaha melakukan serangan kebencian di sebuah kota Arab Israel.