TEMPO.CO, Jakarta - Warga Amerika Serikat yang bekerja di perusahaan minyak asing di selatan Irak, Kota Basra, meninggalkan Irak pada Jumat kemarin setelah kematian Jenderal Iran Qassem Soleimani.
Beberapa jam setelah pembunuhan pemimpin Pasukan Quds Iran Qassem Soleimani dan komandan milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis, yang bersamanya, kedutaan AS di Baghdad mendesak semua warganya untuk segera meninggalkan Irak.
Dikutip dari Reuters, 4 Januari 2020, para pejabat Irak mengatakan evakuasi tidak akan mempengaruhi operasi minyak, produksi atau ekspor dari negara itu, produsen terbesar kedua di OPEC dengan output sekitar 4,62 juta barel per hari, menurut survei Reuters terhadap Output OPEC.
Sumber-sumber perusahaan minyak mengatakan sebelumnya pada hari Jumat bahwa puluhan pekerja asing diperkirakan akan terbang ke luar negeri. Seorang saksi mata melihat sejumlah orang asing, termasuk warga negara AS, mengantre di bandara Basra.
Beberapa terbang ke Dubai dengan maskapai FlyDubai dan yang lainnya check-in di konter Qatar Airways.
Pegawai asing dari perusahaan minyak, terlihat meninggalkan Irak di bandara Basra, Irak 3 Januari 2020. [REUTERS / Stringer]
Seorang juru bicara British Petroleum, yang mengoperasikan ladang minyak Rumaila raksasa di dekat Basra, menolak berkomentar. Rumaila memproduksi sekitar 1,5 juta barel per hari pada bulan April.
Kelompok energi Italia, Eni, mengatakan ladang minyak Zubair, yang menghasilkan sekitar 475.000 barel per hari pada tahun 2018, "berjalan secara teratur", dan menambahkannya sedang memantau situasi dengan cermat.
Perusahaan minyak raksasa AS Exxon Mobil menolak berkomentar apakah mereka mengevakuasi staf, tetapi mengatakan produksi berlanjut secara normal di konsesi minyak Qurna 1 Barat di selatan negara dekat perbatasan Iran.
"Kami terus mengawasi situasi dengan cermat," kata seorang juru bicara.
Exxon memindahkan sekitar 60 staf asing dari Qurna Barat Mei lalu setelah serangan di dekat fasilitas minyaknya. Karyawan kembali sekitar dua minggu kemudian setelah pemerintah setuju untuk memberikan keamanan tambahan.
Harga minyak bergerak lebih tinggi pada Jumat karena investor bereaksi terhadap risiko bahwa kematian Soleimani dapat mendorong pembalasan oleh Iran, termasuk serangan terhadap aset AS di wilayah tersebut.
Dalam sebuah pernyataan, Exxon mengatakan pihaknya "memantau situasi dengan cermat" dan bahwa mereka telah "memiliki program dan langkah-langkah untuk menyediakan keamanan demi melindungi orang-orangnya, operasi dan fasilitasnya."
"Kami berkomitmen untuk memastikan keselamatan karyawan dan kontraktor di semua fasilitas kami di seluruh dunia," tambah perusahaan, seperti dikutip dari CNN. Mereka menolak mengomentari staf di fasilitasnya di Irak.
Exxon adalah kontraktor utama dalam proyek untuk membangun kembali ladang minyak Qurna I Barat di Irak selatan. Perusahaan Indonesia, Cina, dan Irak juga terlibat dalam proyek ini, menurut situs web Exxon. Exxon mengatakan dalam pernyataannya bahwa produksi di West Qurna I berjalan normal. Afiliasi Shell keluar dari proyek pada tahun 2018.
Exxon juga hadir di Baghdad dan wilayah Kurdistan di Irak, menurut situs webnya.
Produksi minyak Irak telah pulih dengan kuat dalam beberapa tahun terakhir, mencapai 4,7 juta barel per hari pada akhir 2019, menurut Badan Energi Internasional.