TEMPO.CO, Jakarta -Serangan pasukan militer Turki terhadap pasukan pertahanan Kurdi di Suriah bagian utara mendapat sorotan dunia internasional. Setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump meminta serangan dihentikan, pada Selasa, 15 Oktober 2019 giliran Cina menghimbau serangan disetop.
Invasi Turki ke Kurdi di Suriah bertujuan menghalau milisi bersenjata YPG, yang diduga merupakan sekutu utama Amerika Serikat dalam perang melawan kelompok teroris ISIS di sana. Ankara menganggap YPS sebagai pasukan teroris yang terkoneksi dengan kelompok perlawanan bersenjata di Turki.
Suku Kurdi merupakan etnis terbesar keempat di wilayah Timur Tengah. Mereka diduga adalah orang-orang yang tidak memiliki kewarga negaraan yang jelas dan terdapat di Turki, Irak, Suriah, Iran dan Armenia.
Saat ini diperkirakan ada 25-30 juta jiwa suku Kurdi yang tinggal di sejumlah bagian di Turki, Irak,Iran, Suriah dan Armenia. Selain Irak, suku Kurdi lainnya tidak pernah memperoleh status kewarganegaraan dan terus menghadapi diskriminasi serta kebijakan penganiayaan.
Ketika terjadi pemberontakan yang berkembang menjadi perang saudara di Suriah, banyak masyarakat negara itu yang mengungsi demi menghindari perang. Turki kemudian menampung sekitar 3,6 juta pengungsi Suriah.
Perang saudara melawan Presiden Suriah Bashar al-Assad di Suriah ini, juga telah mendorong beberapa masyarakat suku Kurdi berlindung ke sejumlah area di Suriah dan wilayah lain di luar negara itu. Konflik Suriah meletup pada 2011.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, selalu mengadopsi sikap keras terhadap nasionalisme Kurdi. Presiden Erdogan mengaku dengan tegas bahwa tujuan utamanya adalah menghapus Partai Pekerja Kurdistan (PKK), sebuah organisasi para pemberontak Kurdi di Turki dan Irak.
PKK telah memerangi Turki selama lebih dari tiga dekade. Inilah yang menyebabkan kesenjangan dalam antara pemerintah Turki dan suku Kurdi Turki.
Media pro-Kurdi pada 2016 dibredel oleh Turki. Lebih dari 11 ribu guru harus diberhentikan karena adanya dugaan memiliki hubungan dengan PKK, dan sebanyak 24 orang ditunjuk pemerintah untuk menggantikan wali kota dari suku Kurdi yang tersebar di negara tersebut.
Sejak lama kehadiran Kurdi di Timur Laut Suriah, yang dekat perbatasan Turki, tidak disukai oleh Ankara. Militer Turki kini telah pindah ke daerah-daerah yang sebelumnya dipegang oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) pimpinan Kurdi dan didukung Amerika Serikat.
Serangan Turki terhadap suku Kurdi dan militan garis keras di wilayah Kurdi, diduga untuk mengusir suku Kurdi dari perbatasan Turki - Suriah. Wilayah itu nantinya akan digunakan untuk pemukiman para pengungsi Suriah.
Sebelumnya pada Januari 2019, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyebut akan menarik pasukan militernya dari Suriah secara bertahap. Hal ini mengakibatkan suku Kurdi di Suriah khawatir Turki akan menggunakan hal ini sebagai peluang untuk melancarkan serangan. Kekhawatiran itu sekarang terjadi, Turki benar-benar melancarkan serangannya.
Serangan yang dilancarkan Turki terhadap suku Kurdi di Suriah Utara ini telah memancing reaksi dari Cina dan Amerika Serikat. Kementerian Luar Negeri Cina mendesak pemerintah Turki untuk menghentikan serangan militer. Permintaan serupa juga diajukan Amerika Serikat. Presiden Trump bahkan mengancam memberikan sanksi kepada Turki
KANIA SUKU | CNN.com