TEMPO.CO, Hong Kong – Polisi Hong Kong mengatakan bom rakitan digunakan pertama kali oleh demonstran pada aksi protes pada Ahad, 14 Oktober 2019.
Polisi mengatakan peledakan bom itu menggunakan remote control dan bertujuan untuk melukai petugas, yang menjaga aksi demonstrasi.
“Kami meyakini bom itu ditujukan untuk mencederai petugas kami. Ini adalah tindakan berbahaya yang bisa menimbulkan korban,” kata juru bicara Hong Kong pada Senin, 14 Oktober 2019.
Polisi menemukan adanya 20 bom bensin yang dilemparkan ke kantor polisi Mong Kong. Seorang polisi juga terkena sabetan senjata tajam pada unjuk rasa akhir pekan lalu.
Polisi menuding tindakan demonstran ini telah melewati garis batas moral.
Selain menyerang polisi, kerusakan besar juga terjadi terhadap fasilitas transportasi akibat tindakan sebagian demonstran, yang membakar dan merusak beberapa bagian dari stasiun. Menurut polisi, demonstran berupaya membakar beberapa bangunan.
Aksi unjuk rasa besar-besaran terjadi Hong Kong sejak Juni 2019 untuk menolak pengesahan legislasi ekstradisi.
Warga menolak legislasi ini karena ada aturan yang memungkinkan otoritas Hong Kong mengekstradisi warga yang melanggar hukum ke Cina.
Meski telah ditarik dari parlemen, warga Hong Kong terus berunjuk rasa besar-besaran dan kerap berakhir dengan bentrok fisik dengan petugas. Reuters melansir warga menuntut penerapan sistem demokrasi agar bisa memilih pemimpin sendiri, yang selama ini ditunjuk oleh Beijing pasca penyerangan Hong Kong ke Cina pada 1997.