TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah relawan pada Senin, 14 Oktober 2019, menerobos lumpur hampir setinggi pinggang untuk mencari penduduk yang masuk daftar hilang setelah angin topan menyapu wilayah tengah dan timur Jepang pada Sabtu, 12 Oktober 2019. Musibah angin topan itu salah satu yang terburuk dalam sejarah Negara Sakura yang diikuti oleh hujan lebat.
Dikutip dari reuters.com, stasiun NHK dalam laporannya menyebut jumlah korban tewas setidaknya 31 orang dan 15 orang masih dinyatakan hilang. Adapun korban luka-luka sekitar 186 orang.
Seorang pria berbicara dengan petugas penyelamat mencari daerah banjir setelah Topan Hagibis, yang menyebabkan banjir parah di Sungai Chikuma di Nagano, Prefektur Nagano, Jepang, 14 Oktober 2019. Topan yang berarti cepat dalam bahasa Tagalog Filipina ini datang di Sabtu (12/10/2019) dan memporakporandakan sejumlah wilayah di Jepang, termasuk Tokyo. REUTERS/Kim Kyung-Hoon
Musibah angin topan Sabtu kemarin dinamai topan Hagibis yang dalam bahasa Tagalog Filipina artinya kecepatan. Angin topan ini pada Sabtu, 12 Oktober 2019, telah memicu terjadinya tanah longsor di Pulau Honshu lalu pada Minggu pagi bergerak ke arah laut.
Kementerian Perdagangan Ekonomi dan Industri mengatakan lebih dari 92 rumah pada Senin pagi tidak dialiri listrik. Sebelumnya, 262 ribu rumah pada Minggu siang diputus dari arus listrik.
Tim penyelamat di Nagano, wilayah tengah Jepang, menggunakan kacamata khusus dan snorkeling mencari orang-orang yang bisa diselamatkan. Wilayah timur dan tengah Jepang diperkirakan masih akan dilanda hujan lebat. Hal ini memicu kekhawatiran banjir bandang dan tanah longsor karena kondisi tanah disana sudah tidak padat setelah topan Hagibis melanda.