TEMPO.CO, Yerusalem – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengungkapkan kekecewaannya karena rivalnya dalam pemilihan umum yaitu mantan Jenderal Benny Gantz, menolak tawaran kerja sama membentuk pemerintahan.
“Saya terkejut dan kecewa karena Benny Gantz masih menolak ajakan saya untuk bertemu. Gantz, tawaran saya untuk bertemu masih berlaku. Itu yang diharapkan publik,” kata Netanyahu lewat cuitan di Twitter seperti dilansir Reuters pada Kamis, 19 September 2019.
Menanggapi ini, Gantz, yang diusung Partai Biru dan Putih, mengatakan dia akan memimpin sebuah koalisi liberal. Ini artinya, dia ingin membentuk koalisi pemerintahan tanpa melibatkan partai ultra-Orthodox, yang selama ini menjadi sekutu Partai Likud, yang mengusung Netanyahu.
Menurut Gantz, warga Israel merasa ingin melihat terbentuknya pemerintah bersatu yang mengakhiri ketidakpastian politik seperti selama ini.
Gantz lalu meminta kepada sekutu politiknya yaitu Moshe Yaalon, yang juga rekan separtai, untuk menyampaikan penolakan atas ajakan kerja sama oleh Netanyahu. Dia menyebut alasan adanya dakwaan korupsi yang menimpa Netanyahu.
“Kami tidak akan memasuki koalisi yang dipimpin Netanyahu,” kata Yaalon, yang menyuarakan sikap Gantz. Dia juga mengisyaratkan koalisi dengan Partai Likud memungkinkan tanpa Netanyahu.
“Waktunya telah tiba bagi Anda untuk memberi tahu Netanyahu ‘terima kasih atas semua yang sudah Anda lakukan,’” kata Yaalon.
Kampanye oleh Netanyahu, 69 tahun, dan Gantz, 60 tahun, hanya menunjukkan sedikit perbedaan dalam sejumlah isu penting. Berakhirnya era Netanyahu tidak akan membawa perubahan signifikan terhadap kebijakan dan relasi dengan AS, serta perlawanan melawan Iran atau konflik Palestina.
Media Israel melaporkan penghitungan suara telah mencapai 95 persen. Sayap kanan Likud yang mengusung Netanyahu kemungkinan bisa mengontrol 55 dari 120 kursi di parlemen, dengn 56 kursi mengarah ke aliansi kiri dan tengah.