TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pengurus partai oposisi Kamboja di Amerika Serikat dan Kanada membuat petisi untuk meminta Cina menghormati Kesepakatan Damai Paris atau Paris Peace Agreement tahun 1991 yang mengahkiri perang saudara paling berdarah dalam sejarah negara itu.
Dalam petisi sebanyak 2 lembar yang disertai tandatangan sejumlah anggota Partai Penyelamat Nasional Kamboja, CNRP yang diterima Tempo kemarin, 31 Agustus 2019, Cina diingatkan kembali sejarah dan komitmen Cina terhadap pluralistik dan demokrasi Kamboja dengan meneken kesepakatan itu.
Petisi yang dialamatkan ke Duta Besar Cina di Washington, AS, Cui Tiankai meminta Cina membantu membangun dialog dengan kekuatan-kekuatan politik di Kamboja untuk merestorasi praktek demokrasi di Kamboja.
Menurut oposisi ini, dialog terbuka dan inklusif harus dilakukan dengan partisipasi pemerintah Kamboja dan oposisi untuk mempromosikan keyakinan yang baik dan pratek demokrasi yang layak.
Hubungan Cina=Kamboja seharusnya untuk meningkatkan prinsip saling menghormati. Selain itu, menurut petisi ini, Cina memiliki tanggung jawab lebih besar untuk melindungan kesepakatan-kesepakatan internasional yang diberikan Dewan Keamanan PBB di mana Cina sebagai anggota permanennya.
Sekitar awal Agustus lalu, Ketua partai oposisi Kamboja, Sam Rainsy mengumumkan dirinya akan pulang ke tanah airnya pada 9 November 2019 setelah beberapa tahun menjadi eksil di negara orang.
Rainsy bersama seluruh pengurus partai oposisi, CNRP dan pendukungnya akan beramai-ramai pulang untuk menawarkan rekonsiliasi damai dengan Perdana Menteri Hun Sen. Hingga hari ini, Hun Sen belum memberikan tanggapan resmi tentang kepulangan pentolan oposisi Kamboja itu.