TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pemerintah Myanmar harus dapat memberi jaminan keamanan sebelum repatriasi etnis minoritas Muslim Rohingya dilakukan.
Menurut Menlu Retno dalam pembicaraan telepon dengan utusan khusus Sekretaris Jendaral PBB pada Rabu, 31 Juli 2019, repatriasi Rohingya dari kamp-kamp pengungsian di Bangaldesh merupakan hal yang penting.
"Namun kita juga melihat bahwa isu mengenai masalah security sangat penting untuk dijaminkan. Isu security harus dapat digaransi oleh pemerintah Myanmar sebelum repatriasi dilakukan," kata Retno, dalam pernyataan persnya, 1 Agustus 2019.
Selain itu, Menlu Retno meminta dialog juga penting untuk terus dilakukan dengan pihak pemerintah Myanmar.
ASEAN, ujar Menlu Retno, dapat memegang peran dalam memfasilitasi atau ikut serta dalam dialog. Dengan dialog yang dilakukan secara teratur akan membangun kepercayaan atau paling tidak informasi mengenai persiapan repatriasi akan dapat diberikan secara lebih komprehensif.
Dalam pertemuan antara tim pejabat tinggi Myanmar dengan pengungsi Rohingya di kamp Cox's Bazar, Bangladesh pekan ini berujung dengan penundaan repatriasi.
Para pengungsi Rohingya menolak direpatriasi sebelum mereka diakui secara resmi sebagai warga Myanmar sepenuhnya. Mereka menuntut mendapatkan KTP Myanmar.
"Saya bukan orang asing," kata seorang pria Rohingya, seperti dikutip dari Al Jazeera, 30 Juli 2019.
Myanmar menegaskan Rohingya harus mengajukan permohonan kartu identitas begitu mereka tiba di Myanmar.
Namun muncul kritik bahwa cara itu hanya akan memperdalam diskriminasi yang akan dihadapi Rohingya.
Sekitar 730 ribu Rohingya menjadi pengungsi di Bangladesh demi menyelamatkan diri dari tindakan kekerasan bahkan disebut genosida.
Khin Maung, aktivis muda Rohingya yang tinggal di satu kamp di Bangladesh mengatakan kunjungan delegasi Myanmar bertemu Rohingya di Bangaldesh bukan berniat sungguh untuk repatriasi, melainkan sedang melakukan permainan dengan tujuan mengurangi tekanan internasional.