TEMPO.CO, Jakarta - Kabar mengenai kebijakan pemerintah Israel melarang turis Indonesia masuk ke negeri itu mendapatkan beragam tanggapan, sebagian menyesalkan dan bersikap biasa saja. Salah satu yang menyayangkan kebijakan Israel itu antara lain Monique Rijkers, empat kali berkunjung ke Israel baik melalui pintu masuk Tel Aviv, Kairo Mesir atau Amman Yordania.
Pendiri Yayasan Hadassah of Indonesia itu mengatakan kepada Tempo, Kamis, 31 Mei 2018, dia sangat menyesalkan keputusan pemerintah Israel tersebut. Bahkan Monique melayangkan protes ke sejumlah pihak termasuk ke Kedutaan Besar Israel di Singapura. "Kami akan meninjau kembali kebijakan tersebut," kata pejabat Kedutaan Besar Israel di Singapura.
Baca: Turis Berpaspor Indonesia Tidak Bisa Masuk Israel
Menurut Monique, keputusan tersebut sangat tidak bijak karena Yerusalem di Israel menjadi sebuah kota bagi tiga agama Yahudi, Nasrani dan Islam yang layak dikunjungi oleh pemeluk ketiga agama tersebut. "Jika dilarang, bagaimana kami bisa masuk ke sana?" ucap Monique.
"Bagi kami, umat Kristen, Yerusalem kota yang sangat penting untuk diziarahi. Karena Yerusalem adalah kota suci bagi kami, seperti umat Islam memandang Mekah atau Madinah yang harus dikunjungi ketika mereka umrah atau haji," ujarnya kepada Tempo, Kamis.Monique Uerijkers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. [Monique Rijkers]
Monique menambakan, pelarangan warga Indonesia ke Israel akan berdampak besar bagi umat Kristen. Bagi pemerintah Israel, jelasnya, mungkin tidak ada pengaruhnya dari sisi pendapatan devisa karena jika ke Israel dana yang dikeluarkan kurang dari US$ 1.000 atau sekitar Rp 13,9 juta (kurs Rp 13.937/dolar).
"Meskipun mungkin kecil bagi Israel dari sisi dana yang masuk, tapi bagi umat Kristen sangat dirugikan karena tidak bisa ziarah ke kota suci Yerusalem," tuturnya.
Apa yang disampaikan oleh Monique berbeda dengan sikap Medy Zalfitri Latief. Menurut Medy, seorang operator perjalanan umrah dan haji, pelarangan Israel itu tidak memiliki dampak besar bagi bisnisnya. "Karena belum tentu setahun sekali umat Islam ke Yerusalem."
"Barangkali keputusan pemerintah Israel merugikan umat Kristen, tapi untuk kami tidak sama sekali. Sebab, tujuan ke Yerusalem itu bukan wajib melainkan sebagai bonus saja ketika berumrah," kata Medy kepada Tempo. "Kami hanya ingin salat ke Masid Al Aqsa di Yerusalem, setelah itu terbang ke Arab Saudi untuk umrah mengunjungi Madinah dan Mekah," tambahnya.Ngopi di Yerusalem, Israel, Muslim dan Yahudi di layar belakang. [Monique Rijkers]
Baca: Ini Produk Israel yang Diimpor Indonesia
Sementara itu, Tody Santosa, yang pernah mengunjungi Israel tahun lalu dan memiliki kegemaran jalan-jalan itu, mengatakan kepada Tempo, keputusan pemerintah Israel melarang mengeluarkan visa bagi warga Indonesia tak perlu dirisaukan.
"Memang penjagaannya sangat ketat oleh tentara Israel ketika kami masuk ke negeri itu. Rombongan kami sebanyak 30 orang dikawal oleh satu jip berisi delapan tentara," ujarnya. "Setiap pindah dari satu tempat ke tempat lain di Yerusalem, kami selalu mendapatkan kawalan tentara. Meskipun begitu, kami tenang saja dan menikmati keindahan Yerusalem, kota suci bagi Yahudi, Kristen dan Islam," tutur pemeluk agama Buddha ini.