TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Perancis, Emmanuel Macron, mengancam akan menyerang Suriah jika ada bukti pemerintah Suriah pimpinan Presiden Bashar al Assad menggunakan senjata kimia terhadap warga sipil.
"Jika ada bukti bahwa senjata kimia telah digunakan, saya berjanji akan menyerang tempat pembuatannya," tegas Macron, seperti yang dlansir Reuters pada Rabu, 14 Februari 2018.
Pengantin pria Ahmed bersama dengan pengantin wanita Heba, duduk selama acara pernikahannya di pinggiran barat Jazra, Suriah, 27 Oktober 2017. Pernikahan ini merupakan acara pernikahan pertama setelah penggulingan militan ISIS dari kota timur Raqqa. AFP PHOTO / Delil souleiman
Baca: Perancis Undang PM Lebanon Hariri agar Datang ke Paris
Namun Macron mengatakan intelijen Prancis sejauh ini tidak menemukan bukti bahwa senjata kimia yang dilarang telah digunakan.
Baca: Presiden Cina Telpon Presiden Perancis Soal Korea Utara, Kenapa?
Pernyataan Macron ini dibuat menyusul banyaknya laporan tentang dugaan serangan gas klorin di Suriah sejak awal Januari.
Pemerintah Suriah telah berulang kali menolak mengakui menggunakan senjata kimia terhadap warga sipil dan mengatakan pasukannya hanya menargetkan pemberontak bersenjata dan milisi teroris.
Pada tahun lalu, Macron mengatakan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa penggunaan senjata kimia di Suriah akan menjadi garis merah yang akan mendapat respon segera dari Perancis.
Dalam sebuah percakapan telepon dengan Putin pada Jumat pekan lalu, Macron mengungkapkan keprihatinannya atas indikasi yang menunjukkan kemungkinan penggunaan klorin terhadap warga sipil dalam beberapa pekan terakhir.
Suriah menandatangani perjanjian internasional, yang melarang senjata kimia dan mengizinkan pemantau menghancurkan gudang gas beracunnya. Ini terjadi setelah sebuah kesepakatan tercapai pada 2013 untuk mencegah pembalasan AS atas apa yang Washington katakan sebagai serangan gas beracun di dekat Damaskus. Insiden ini menewaskan lebih dari 1000 orang. Washington kembali menuduh Suriah menggunakan gas syaraf pada tahun lalu dan menyerang sasaran di sana.
Petugas mengevakuasi korban dalam serangan udara yang menyerang daerah pinggiran yang dikuasai pemberontak di dekat Damaskus, Suriah, 5 Februari 2018. Pasukan Suriah bahkan dituding menggunakan bahan-bahan kimia beracun terhadap zona-zona yang dikuasai pemberontak. Syrian Civil Defense White Helmets via AP
Dalam beberapa pekan terakhir, petugas penyelamat, kelompok bantuan dan Amerika Serikat menuduh Suriah berulang kali menggunakan gas klorin, yang dimiliki negara ini secara legal untuk penggunaan umum seperti pemurnian air, sebagai senjata kimia terhadap warga sipil di Ghouta dan Idlib.
Pekan lalu adalah salah satu yang paling berdarah dalam konflik Suriah saat pasukan pemerintah Suriah, yang didukung oleh Rusia dan Iran, membombardir dua daerah pemberontak utama terakhir di Suriah, Ghouta Timur dekat Damaskus dan provinsi barat laut Idlib.
Upaya diplomatik hingga saat ini belum menciptakan kemajuan yang signifikan dalam mengakhiri perang, yang sekarang mendekati tahun kedelapan. Konflik itu telah menewaskan ratusan ribu orang dan memaksa setengah dari populasi Suriah lari dari rumah mereka. Perancis menjadi salah satu negara yang mengikuti perkembangan di Suriah ini.