Hadapi Tekanan Washington, Kuwait Usir Duta Besar Korea Utara
Reporter
Editor
Senin, 18 September 2017 08:32 WIB
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un bergembira setelah peluncuran rudal balistik Hwasong 12 berhasil. Kantor Berita Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA) merilis foto ini, pada 16 September 2017. KCNA via REUTERS
TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Korea Utara untuk Kuwait telah diberi waktu sebulan untuk meninggalkan Kuwait. Keputusan mengejutkan tersebut dilakukan seusai kunjungan Emir Kuwait Sheikh Sabah al-Ahmad Al-Sabah ke Washington kurang dari dua minggu lalu.
Seperti dilansir ABC News pada 17 September 2017, Kuwait akan mengusir Duta Besar So Chang-sik dan empat anggota stafnya, sehingga hanya akan menyisakan empat diplomat di kedutaan.
Seorang pejabat yang berbasis di Teluk mengkonfirmasi pada Minggu, 17 September 2017, bahwa Kuwait akan mengusir para diplomat Korea Utara. Sebuah surat yang dikirimkan Kuwait pada Agustus lalu kepada PBB juga memuat janji mengusir diplomat Korea Utara.
Sumber itu juga mengatakan Kuwait tidak memperbarui izin yang dicari pekerja Korea Utara yang ingin masuk kembali ke negara tersebut setelah proyek selesai, satu atau dua tahun kemudian.
Negara-negara di Amerika dan Asia telah meningkatkan tekanan terhadap sekutu-sekutu mereka untuk memutuskan hubungan dengan Pyongyang, yang telah melakukan uji coba senjata nuklir dan meluncurkan rudal balistik ke wilayah Jepang.
Dalam pernyataannya, Kedutaan Amerika Serikat di Kota Kuwait mengatakan Kuwait selama ini merupakan partner utama Korea Utara.
"Kuwait telah mengambil langkah positif untuk melaksanakan resolusi PBB mengenai Pyongyang," bunyi pernyataan Kedutaan Amerika Serikat atas kebijakan Kuwait mengusir Duta Besar Korea Utara dan beberapa anggota stafnya.
Kedutaan Besar Korea Utara di Kota Kuwait berfungsi sebagai satu-satunya pos terdepan diplomatik di Teluk. Pyongyang mengirimkan ribuan buruh untuk bekerja di Kuwait, Oman, Qatar, dan Uni Emirat Arab.
Statistik menunjukkan pekerja Korea Utara di Kuwait sebesar 2.000-2.500 orang. Sedangkan ribuan pekerja lain diyakini berada di negara-negara Teluk lain. NEW YORK TIMES | ABC NEWS | YON DEMA