Cara Korea Utara Kumpul Uang- di Mongolia, Mereka Tak Terima Gaji
Editor
Maria Rita Hasugian
Selasa, 25 April 2017 19:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Korea Utara telah dijerat berbagai sanksi atau hukuman oleh dunia internasional setelah meluncurkan uji coba sejumlah rudal balistik dan nuklir. Bahkan Korea Selatan menutup kawasan zona industri Kaesong, satu-satunya zona yang mempertemukan dua negara yang terbelah setelah Perang Korea usai.
Dunia internasional berharap sanksi dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun sanksi sepihak Amerika Serikat, Korea Selatan, Cina, dan Jepang akan membuat Korea Utara tak lagi memiliki dana untuk meneruskan percobaan senjata pemusnah massal itu.
Baca juga: Cara Korea Utara Kumpul Uang- Dirikan 12 Klinik Medis di Tanzania
Ternyata Korea Utara terus melanjutkan program nuklirnya di tengah hantaman berbagai sanksi politik maupun sanksi ekonomi.
Lalu, bagaimana Korea Utara mengumpulkan uang asing untuk dapat melanjutkan roda perekonomiannya yang diduga diprioritaskan untuk membangun program senjata nuklirnya?
Laporan investigasi Radio Free Asia (RFA) mengungkapkan modus Korea Utara mengumpulkan mata uang asing dengan mengerahkan rakyatnya bekerja ke luar negeri dan pulang membawa uang asing. Selain itu, beberapa media memberitakan tentang jaringan bisnis Korea Utara di negara lain seperti Malaysia. Berikut laporannya.
Baca juga: Cara Korea Utara Kumpul Uang- Raup Miliaran dari Polandia, Malta
Mongolia
Selain pekerja pria, Korea Utara juga mengirim pekerja wanita ke luar negeri di antaranya ke Mongolia.
Sebaliknya, banyak warga Mongolia justru merantau ke Beijing dan Korea Selatan untuk mencari penghidupan yang lebih layak.
Korea Utara berusaha mengisi kekosongan tersebut dengan mengirim wanita muda untuk bekerja di pabrik tekstil negeri tersebut.
Baca juga: Cara Korea Utara Kumpul Uang-Racik Minuman Keras di Kuwait
Investigasi Radio Free Asia ke Ulaanbaatar,ibu kota Mongolia menemukan belasan wanita Korea Utara bekerja di dua pabrik yang memproduksi wol kasmir mahal. Usia mereka rata-rata 25 hingga 35 tahun.
Pabrik tekstril yang paling banyak mempekerjakan wanita Korea Utara adalah pabrik Gobi, yakni sekitar 150 orang dari sekitar 1.300 pekerja.
Para pekerja Korea Utara tidak menerima upah mereka secara langsung. Upah akan dikirim ke Korea Utara dan kemudian diberikan kepada mereka dengan standar pengupahan negara itu.
Baca juga: Ahli: Korea Utara Sanggup Membuat Bom Nuklir Setiap Enam Pekan
Mereka hanya diberi tempat penginapan oleh pihak manajemen pabrik. Mereka dilarang keluar dari asrama bahkan pada hari-hari saat mereka tidak bekerja.
Selain pekerja wanita, Korea Utara juga mengirim pekerja konstruksinya ke Mongolia. Namun tidak semasif seperti yang dikirim ke Kuwait dengan gaji yang juga lebih kecil.
Seorang pekerja yang tengah merenovasi sebuah bangunan sekolah di Ulaanbaatar, Kim Eun-cheol, nama samarannya, menuturkan dia dan rekan-rekannya dari Korea Utara dikirim ke Mongolia untuk mendapatkan mata uang asing bagi rezim Kim Jong-un.
Seorang mantan pengusaha Korea Utara, Kim Tae-san, mengatakan bahwa tidak seperti negara lainnya, pemerintah Mongolia cenderung tidak terlalu memperhatikan pekerja asing. Menurutnya, hal itu kemudian dimanfaatkan pemerintah Korea Utara untuk menghemat biaya hidup pekerjanya. Dengan penghematan itu, maka akan lebih banyak uang yang dikirim ke Pyongyang.
Baca juga: Kapal Induk Amerika Tiba, Korea Utara Adakan Latihan Perang
Para pekerja asal Korea Utara itu pun dibiarkan tinggal di kontainer kecil yang tidak layak. Mereka dipaksa menghadapi udara dingin di wilayah yang iklimnya cukup ekstrim.
Upah pekerja Korea Utara juga lebih kecil dibandingkan pekerja Mongolia.
Pada tahun 1990an, Mongolia mengalami transformasi ekonomi yang membutuhkan tenaga kerja trampil untuk memperbaiki industri konstruksi dan pertambangannya. Pada tahun 2007 negara tersebut menandatangani sebuah perjanjian pertukaran tenaga kerja dengan Korea Utara.
Sesuai dengan kesepakatan tersebut, Mongolia mempekerjakan 5.000 pekerja Korea Utara antara tahun 2008 dan 2013. Sejak tahun 2014, resesi ekonomi parah telah menghambat industri konstruksi. Saat ini tinggal 1.500 orang Korea Utara yang masih bekerja di Mongolia.
RADIO FREE ASIA|YON DEMA