Donald Trump Pertimbangkan Larang Masuk Warga Pakistan

Reporter

Senin, 30 Januari 2017 19:31 WIB

Para pengunjuk rasa memblokir akses jalan menuju Terminal 4 Bandara Internasional JFK saat menggelar aksi protes terkait kebijakan Presiden AS Donald Trump tentang imigrasi, di New York, AS, 28 Januari 2017. AP Photo/Craig Ruttle

TEMPO.CO, Washington- Pakistan kemungkinan akan menyusul tujuh negara lainnya yang berada dalam daftar hitam negara yang warganya dilarang masuk ke Amerika Serikat di bawah kebijakan kontroversial presiden Donald Trump.

Kepala Staf Staf Gedung Putih, Reince Priebus mengatakan pemerintahan Donald Trump sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk menempatkan Pakistan dalam daftar tersebut.

Berita terkait:
Donald Trump Mengaku Tak Larang Muslim Masuk AS, Tapi..
Ratusan Pengacara Bantu Imigran Terlantar di Bandara AS
Sebelum Donald Trump, Presiden AS 6 Kali Larang Migran Masuk

"Kami memiliki alasan untuk memilih tujuh negara ini, yaitu berdasarkan pengakuan oleh Kongres dan pemerintahan mantan Presiden Barack Obama bahwa kekerasan banyak terjadi di semua negara ini," kata Priebus, Minggu, 29 Januari 2017.

Menurut Priebus kebijakan itu dibuat demi kepentingan nasional Amerika Serikat.

"Kami dapat memperluas kebijakan itu ke negara-negara yang memiliki masalah yang sama, seperti Pakistan. Mungkin kami harus melakukannya di masa depan, "kata Priebus seperti yang dilansir Nation hari ini, 30 Januari.

Pernyataan Priebus merupakan pengakuan terbuka pertama pemerintahan Donald Trump tentang kemungkinan menempatkan Pakistan dalam daftar larangan masuk Amerika Serikat. Sedangkan saat ini saja, rakyat dari Pakistan dan Afghanistan harus menjalani penyaringan dan pemeriksaan yang ketat jika ingin masuk ke AS.

Donald Trump akhir pekan lalu menandatangani keputusan eksekutif yang melarang semua imigran dan pemegang visa dari tujuh negara mayoritas Muslim memasuki Amerika Serikat selama 90 hari. Tujuh negara yang disebutkan dalam urutan yang Iran, Irak, Suriah, Libya, Somalia, Sudan dan Yaman.

Kebijakan itu lantas menciptakan kekacauan dan kebingungan dari wisatawan Timur Tengah dan Afrika Utara yang mengatakan bahwa pemerintahan Donald Trump memalukan dan diskriminatif. Kebijakan itu juga mendapat kritik dari sekutu AS, termasuk Prancis dan Jerman, kelompok Arab-Amerika dan organisasi hak asasi manusia.

NATION|NEW YORK TIMES|YON DEMA

Berita terkait

Mahasiswa Irlandia Berkemah di Trinity College Dublin untuk Protes Pro-Palestina

11 jam lalu

Mahasiswa Irlandia Berkemah di Trinity College Dublin untuk Protes Pro-Palestina

Mahasiswa Irlandia mendirikan perkemahan di Trinity College Dublin untuk memprotes serangan Israel di Gaza.

Baca Selengkapnya

AS: Israel Belum Sampaikan Rencana Komprehensif Soal Invasi Rafah

23 jam lalu

AS: Israel Belum Sampaikan Rencana Komprehensif Soal Invasi Rafah

Israel belum menyampaikan kepada pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden ihwal "rencana komprehensif" untuk melakukan invasi terhadap Rafah.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

1 hari lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

Kronologi Pemberangusan Demo Mahasiswa Amerika Pro-Palestina

1 hari lalu

Kronologi Pemberangusan Demo Mahasiswa Amerika Pro-Palestina

Kepolisian Los Angeles mengkonfirmasi bahwa lebih dari 200 orang ditangkap di LA dalam gejolak demo mahasiswa bela Palestina. Bagaimana kronologinya?

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

1 hari lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

1 hari lalu

Israel Berencana Usir Warga Palestina dari Rafah ke Pantai Gaza

Israel berencana mengusir warga Palestina keluar dari Kota Rafah di selatan Gaza ke sebidang tanah kecil di sepanjang pantai Gaza

Baca Selengkapnya

Detektif Swasta Israel Ditangkap di London, Dicari AS atas Dugaan Peretasan

1 hari lalu

Detektif Swasta Israel Ditangkap di London, Dicari AS atas Dugaan Peretasan

Seorang detektif swasta Israel yang dicari oleh Amerika Serikat, ditangkap di London atas tuduhan spionase dunia maya

Baca Selengkapnya

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

1 hari lalu

Belgia Kecam Intimidasi Israel dan AS terhadap ICC

Kementerian Luar Negeri Belgia mengatakan pihaknya "mengutuk segala ancaman dan tindakan intimidasi" terhadap Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)

Baca Selengkapnya

Hamas dan CIA Bahas Gencatan Senjata Gaza di Kairo

1 hari lalu

Hamas dan CIA Bahas Gencatan Senjata Gaza di Kairo

Para pejabat Hamas dan CIA dijadwalkan bertemu dengan mediator Mesir di Kairo untuk merundingkan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

Kanada Tuntut Tiga Tersangka Pembunuhan Pemimpin Sikh, Diduga Terkait India

1 hari lalu

Kanada Tuntut Tiga Tersangka Pembunuhan Pemimpin Sikh, Diduga Terkait India

Polisi Kanada pada Jumat menangkap dan mendakwa tiga pria India atas pembunuhan pemimpin separatis Sikh Hardeep Singh Nijjar tahun lalu.

Baca Selengkapnya