Ini Kata Jurnalis-jurnalis The Guardian Soal Indonesia
Editor
Gadi kurniawan makitan tnr
Kamis, 24 November 2016 06:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia dinilai sebagai negara besar yang masih belum banyak mendapatkan tempat dalam peliputan media internasional. Pendapat ini muncul dalam diskusi "Indonesia and The International Media" yang diadakan The Guardian Cities dan Tempo Media Group di Serambi Salihara, Jakarta, Rabu malam, 24 November 2016.
Acara ini merupakan salah satu rangkaian kunjungan The Guardian Cities--tim di dalam The Guardian yang menulis soal kota-kota di dunia dan isu-isu urban--ke Jakarta. Beberapa wartawan dan editor The Guardian, media Inggris yang terkenal independen dan menghasilkan produk jurnalistik yang berkualitas, berada di Jakarta selama kurang-lebih dua pekan untuk menggali hal-hal penting sekaligus menarik yang mereka anggap perlu diketahui pembaca internasional, mulai dari pemberantasan tikus hingga macet Jakarta yang luar biasa.
Adapun jurnalis-jurnalis The Guardian yang ditugaskan meliput merupakan mereka yang sudah familiar dengan Asia Tenggara, di antaranya Kate Lamb, kontributor The Guardian untuk Jakarta, Oliver Holmes, koresponden Asia Tenggara, dan David Munk editor berita internasional The Guardian untuk Asia-Pasifik.
Munk menjelaskan alasan tim The Guardian Cities memilih Jakarta tahun ini. "Kami ingin tahu apa yang sedang terjadi di sini, mengerti konteksnya dengan lebih baik. Karena itu kami datang, alih-alih menulis soal Indonesia tapi duduk bermil-mil jauhnya dari sini," ujarnya. "Ini negara besar, tapi kurang diliput. Dengan menulis berbagai cerita dan melakukan laporan langsung Senin lalu, kami membuat pembaca di Inggris mulai sadar akan keberadaan Indonesia dan mengenalnya dengan lebih baik."
"Kami datang dan berkolaborasi--bertanya: apa yang belum banyak diberitakan di Indonesia," Holmes menambahkan.
Citra Prastuti, manajer berita PortalKBR.com, mengapresiasi peliputan macam ini. Ketika ditanyai Lamb apakah kira-kira orang Indonesia mau membaca tulisan jurnalis-jurnalis asing soal Indonesia, dia menjawab, "Ya, saya akan membacanya karena peliputan-peliputan media internasional tentang Indonesia bisa memberi perspektif yang berbeda dari yang selama ini ditulis jurnalis-jurnalis Indonesia."
Munk, yang menjadi moderator diskusi panel itu, juga melempar sebuah pertanyaan: "Tema-tema apa yang terlewat dalam peliputan soal Indonesia selama ini?"
Holmes menjawab, salah satunya adalah soal bencana asap. "Itu masalah yang cukup besar, tapi saya cukup terkejut ketika datang ke sini dan menemukan tidak banyak yang menulis laporan mendalam soal itu," ujarnya.
Sedangkan menurut redaktur Tempo Media Group, Wahyu Dhyatmika, masalah terbesar dalam peliputan di Indonesia adalah kurangnya peliputan investigatif. "Tempo mencoba menjadi suara itu dan kadang menemukan dirinya hanya sendirian mengerjakan peliputan investigatif," kata dia. Masalah yang lain, menurut dia, adalah berafiliasinya beberapa media ke partai politik tertentu atau menjadi tidak merdeka karena memanggul kepentingan sebuah kerajaan bisnis.
Bagaimanapun, Holmes memandang Indonesia merupakan negara yang punya stiuasi jauh lebih baik baik dalam hal kebebasan pers dibanding tetangga-tetangganya. "Tema penting di regio ini adalah meningkatnya autoritarianisme--jurnalis-jurnalis Thailand ditangkap pihak militer, dua pendiri situs independen Malaysiakini dikriminalisasi, tapi tidak dengan Indonesia," ujarnya. "Saya melihat pers di sini bebas dan dinamis."
GADI MAKITAN